Jumat, 06 Mei 2011

Bagaimana membangun kebiasaan menulis?


 


Penulis ternama seperti John Grisham, Stephen King, Helvy Tiana Rosa, Kahlil Gibran, J.K. Rowling, Hemingway, mereka semua merupakan pejuang keras dalam dunia penulisan. Ada juga NH. Dini, Emha Ainun Najib, Muji Sutrisno, Gatoet Wardianto, Jaya Suprana, Goenawan Mohamad, Chairil Anwar, Taufiq Ismail, Amir Hamzah, Toety Herati, Putu Wijaya, Mochtar Lubis, Y.B. Mangunwijaya, Danarto, A.A. Navis, Muhammad Fudoli, Leila S. Chudori, Arifin C. Noer, Muhammad Diponegoro, Andrea Hirata, Seno Gumira Ajidarma, Jazimah Al Muhyi, Gola Gong, Fahri Asiza, dan para anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Hongkong. Saya ingin menjadi penulis, khususnya wartawan, lalu yang menjadi pertanyaan yang muncul dalalm benak saya adalah bagaimana membangun kebiasaan menulis seperti penulis professional seperti mereka?
 
Kata Jonru, motivasi diibaratkan seperti bensin yang bisa menggerakkan kendaraan bermotor, sebut saja kendaraan itu adalah saya. Kemudian dia mengatakan ketika bensin itu sudah terbakar dalam mesin kendaraan (alias hati/ sanubari saya), kendala atau rintangan sebesar apa pun tak kan mampu meredamnya kecuali kehendak Tuhan, malahan bisa jadi kendala terbesar justru datang dari saya sendiri. Pertanyaannya apakah saya ingin bergerak maju, mundur, atau hanya diam duduk berdiri saja. Dengan kalimat lain, saya sendirilah yang tepat untuk mengatasinya seandainya hal itu menghampiri.
Seperti yang Jonru sebutkan bahwa ada enam kendala yang menghalang seorang penulis pemula seperti saya untuk berkembang. Kendala-kendala itu menurutnya tak ubahnya penyakit yang amat mematikan dan satu-satunya cara untuk menyelamatkan diri darinya adalah mengobatinya. Saya berasumsi bahwa kendala-kendala yang disebutkan oleh Jonru adalah benar adanya yang sering dialami oleh kebanyakan penulis pemula seperti saya. Berikut enam kendala (penyakit internal) tersebut:
  • Takut ditolak (= takut gagal)
Saya tidak memungkiri apa yang disebutkan oleh Jonru bahwa segala jenis perjuangan manusia pasti punya dua resiko yang nyata: berhasil atau gagal. Tentu saja saya harus siap dengan segala kemungkinan terburuk atau gagal. Toh kata orang kegagalan bagaikan tonjolan-tonjolan di bukit karang terjal. Tanpa tonjolan itu para pendaki mustahil dapat mendaki sebuah gunung. Menurut Jonru bahwa tak ada penulis yang tiba-tiba menjadi terkenal. Pasti ada proses di balik setiap keberhasilan. Saya percaya bahwa pohon tidak tumbuh dan berbuah dalam tempo semalam. Saya yakin bahwa itu semua harus dimulai dari benih kemudian tumbuh, berbunga, dan pada akhirnya berbuah. Dan yang menjadi catatan penting untuk saya adalah bahwa dalam perjalanannya sang pohon tentunya melewati derasnya hujan, kerasnya suara petir dan teriknya matahari. Karena saya percaya hanya dengan seperti itulah pohon tersebut dapat lebih cepat berbuah, lebih tegar, dan kokoh serta kuat akarnya. Rintangan tadi, sebut saja itu adalah cobaan tidak hanya datang sehari atau sebulan, bisa jadi bertahun-tahun. Seandainya berbuah pun tidak serta merta semua buahnya yang tumbuh itu matang. Mungkin saja busuk sebagian, rusak dimakan tupai, ulat atau burung, dan lain sebagainya.
Saya sendiri, untuk saat ini masalahnya bukanlah saya takut gagal. Hanya saja saya belum pernah mencoba mengirimkan naskah saya ke media massa, makanya saya belum mengetahui dengan pasti apakah tulisan saya jelek, pas-pasan, atau lumayan cukup bagus hingga laik diterbitkan. Yang terpenting saat ini bagi saya adalah bagaimana saya mengatur waktu untuk terus membaca, belajar menulis dari nol, membaca, menulis dan mengedit tulisan saya sendiri, serta merendahkan hati untuk berguru pada orang lain.
  • Minder
Saya tidak minder saat ini. Tidak ada alasan bagi saya untuk minder, karena saya belum mengirim naskah satu pun ke media massa. Saya belum mengirim bukan berarti saya minder, tapi hal itu dikarenakan saya menyadari ilmu dan pengetahuan saya belum sampai mengirim artikel, opini, karangan khas (ulasan), resensi buku atau film, bahkan cerita pendek belum kesampaian hingga detik ini. Saya mengatakan demikian biar Jonru tidak bosan lagi mendengar kata minder. Selama sembilan minggu dari sekarang, saya hanya perlu intens belajar sendiri terlebih dahulu dari newsletter BelajarMenulis.com, setelah itu saya akan memulai mencari komunitas penulis untuk saya jadikan teman berbagi agar tulisan saya dapat dikomentari atau dikritik. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan buat minder untuk saya, bukan?
  • Membesar-besarkan masalah
Kedengarannya sangat lucu seandainya saya beralasan untuk tidak menulis setiap hari. Semuanya sudah lebih dari cukup difasilitasi oleh orang tua saya. Mulai dari komputer, macbook serta merta siap menemani siang dan malam untuk menulis. Saya pun baru menyadari alangkah bodohnya saya selama ini, seolah terbangun dari mimpi buruk. Tempat yang enak, nyaman, tenang, tidak terlalu banyak gangguan dari luar bahkan tidak sumpek atau tidak gerah. Artinya cukuplah memungkinkan tempat yang sekarang ini bagi saya untuk membaca serta menulis. Benarlah adanya pepatah yang mengatakan bahwa banyak jalan menuju Roma. Jadi, jangan pernah membesar-besarkan masalah yang tidak penting.
  • Dikritik lalu Mati
Sembilan minggu dari sekarang, setelah saya mampu menyelesaikan newsletter BelajarMenulis.com, saya siap dikritik tulisan atau naskah saya oleh siapa pun. Saya perlu seseorang atau sejumlah penulis atau wartawan untuk membedah, menganalisa tulisan saya, serta memberitahu saya tentang cara menulis yang jauh lebih baik.
  • Tidak Sabaran
Saya hanya perlu menunggu sembilan minggu dari sekarang, ketika semua newsletter BelajarMenulis.com telah saya baca semuanya. Kemudian setelah itu, saya siap untuk mencurahkan ide dan gagasan saya dalam bentuk artikel, opini, karangan khas (ulasan), resensei buku atau film dan cerita pendek bahkan novel. Tapi dengan catatan, ilmu dan pengetahuan harus ada dalam benak pikiran saya. Karena tanpa itu semua, mustahil untuk menulis satu atau dua kalimat bahkan lebih ke dalam tulisan. Adalah benar adanya bahwa tak ada kesuskesan yang diraih dalam satu atau dua hari. Semua butuh proses panjang. Semua kesuksesan pasti perlu proses. Saya harus bersabar menunggu masa-masa keemasan itu datang menghampiri saya. Saya percaya bahwa saya bisa menjadi wartawan suatu hari nanti.
  • Malas Berusaha
Menurut Jonru bahwa kesuksesan tak akan pernah menghampiri seorang pemalas. Kalau mau berhasil, ya harus rajin. Saya setuju dengan hal itu. Tanpa ketekunan, kerja keras, tidak mudah putus asa, dan disiplin yang tinggilah kesuksesan akan menghampiri saya. Mengambil kata-kata Helvy Tiana Rosa, Jonru mengutip bahwa tips jitu untuk menjadi seorang penulis adalah langsung praktek menulis, menulis, dan menulis. Setiap hari cobalah untuk menulis. Saya kira ada benarnya juga, saya bisa menulis apa saja sebagai latihan. Disamping itu, membaca karakter media massa, sangat penting juga, lalu membedahnya serta menganalisanya. Saya percaya dan yakin, suatu hari nanti saya akan menemukan gaya dan ciri khas saya sendiri. Amin.
Terimakasih Jonru, BelajarMenulis.com atas newsletter Seputar Motivasinya. Wish you all the best.

16 komentar:

Motifnya macam-macam. Ada yang beranggapan, menjadi wartawan itu keren, bergengsi, dapat masuk ke mana-mana, bisa ketemu dengan pejabat atau artis untuk wawancara, dan sebagainya. Persepsi seperti itu sesungguhnya salah, bahkan menyesatkan. Profesi wartawan bukan untuk ”gagah-gagahan”. Profesi ini sangat jauh dari persepsi yang sepele seperti itu. Dunia pers, dengan demikian juga wartawan, adalah kepanjangan tangan publik, penyambung lidah rakyat, terutama rakyat yang tertindas, the silence majority. Bahkan dalam negara yang demokratis, pers merupakan the fourth estate (pilar ke empat) dari sistem demokrasi, di samping eksekutif, legislatif, yudikatif. Luar biasa, bukan?

http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22
Untuk dapat menjalani profesi wartawan yang benar, serius, sungguh-sungguh, Anda harus memenuhi tiga hal. Bolehlah kita sebut sebagai ”trilogi jurnalisme”. Pertama, Anda harus profesional. Bukan hanya wartawan, semua profesi, jabatan, pekerjaan, sesungguhnya harus dikerjakan secara profesional. Wartawan yang profesional ialah yang memahami tugasnya, yang memiliki skill (ketrampilan), seperti melakukan reportase, wawancara, dan menulis berita atau feature yang bagus dan akurat, dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jika Anda tidak mampu menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, bisa disebut tidak profesional.

http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22/BAGAIMANA_MENJADI_WARTAWAN_PROFESIONAL
Tapi, profesional saja tidaklah cukup. Anda mesti mengenal apa yang disebut ”integritas,” kejujuran, dalam pengertian bahwa sebagai wartawan Anda mesti jujur (dan paham) terhadap profesi, menyadari jatidiri Anda sebagai kepanjangan tangan dari aspirasi publik, kepada siapa Anda semestinya bertanggungjawab secara moral. Profesional dan punya integritas belum lengkap jika Anda tidak memiliki sikap independen, sebagai bagian yang integral dari ”trilogi jurnalisme,” yaitu profesional, integritas dan independen, tidak berpihak, obyektif, dan hanya berpihak atau bertanggung jawab kepada publik.

http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22/BAGAIMANA_MENJADI_WARTAWAN_PROFESIONAL
Karena bertanggung jawab kepada publik, dan oleh karena itu harus independen, maka jadilah pers – dan dengan demikian juga wartawan – merupakan the fourth estate (pilar ke empat) dalam negara yang menganut sistem demokrasi -- di samping eksekutif, legislatif dan yudikatif. Jika pilar demokrasi ciptaan Jean Jacques Rousseau yang disebut ”trias politica” itu saling mengontrol satu sama lain, sehingga terjadi check and balance, maka pers sebagai pilar ke empat berperan sebagai ”anjing penjaga” (watch dog) agar check and balance dalam sistem demokrasi itu berjalan dengan semestinya.


http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22/BAGAIMANA_MENJADI_WARTAWAN_PROFESIONAL
Dalam konteks Indonesia, Anda harus memahami UU Nomor 40/1999 tentang Pers yang melindungi tugas wartawan sebagai profesi dan menjamin kebebasan pers. Namun harap diingat, dan jangan salah paham, bahwa kebebasan pers sesungguhnya bukanlah semata-mata merupakan kepentingan pers. Sebab, kebebasan pers (freedom of the press atau press freedom) merupakan konsekwensi logis dari sistem demokrasi, ketika pers menjadi watch dog dalam rangka perannya sebagai the fourth estate.



Pengertian ”kebebasan pers” tentu saja bukanlah bebas sebebas-bebasnya, menulis semau gue, tak peduli pada aturan apapun, melainkan bebas dalam mengakses informasi yang dibutuhkan oleh publik. Sebab, pers sebagai ”pilar ke empat” dalam sistem demokrasi -- yang adalah juga ”kepanjangan tangan” dari aspirasi publik -- harus bebas dalam mengakses informasi publik. Mengapa? Sebab, kebebasan itu merupakan salah satu dari hak-hak sipil (hak untuk bebas berpikir, berpendapat, berbicara, menulis, berserikat, beragama, mencari nafkah) yang semuanya merupakan hak-hak manusia yang paling asasi.

http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22/BAGAIMANA_MENJADI_WARTAWAN_PROFESIONAL
Dengan mengemban hak untuk mengakses informasi publik secara bebas, dan dengan demikian sebagai ”kepanjangan tangan publik” atau ”penyambung lidah rakyat”, maka pers berkewajiban memperjuangkan hak-hak sipil, terutama the silence majority. Dengan melaksanakan tugas profesional sebagai social control, pers dapat menjaga agar kekuasaan tetap berjalan di jalur rel demokrasi, tidak terjebak pada penyalah gunaan kekuasaan. Sebab, sebagaimana ungkapan sejarawan Inggris Lord Acton (1834-1902), ”the power tends to corrupt; the absolute power tends to absolute corrupt” (kekuasaan cenderung menyalah gunakan kekuasaan; kekuasaan yang mutlak cenderung menyalah gunakan kekuasaan secara mutlak pula).

http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22/BAGAIMANA_MENJADI_WARTAWAN_PROFESIONAL
Oleh karena itu, pers harus bebas namun bertanggung jawab (kepada publik, kepada norma hukum, kepada common sense, bukan kepada kekuasaan). Namun, di lain pihak pers bukanlah can do no wrong (bukan tidak bisa salah). Sebab, jika pers can do no wong, bukan tak mungkin akan terjadi trial by the press (pengadilan sepihak oleh pers), bahkan tirani pers. Dalam kaitan ini, sangatlah benar sikap Thomas Jefferson, Presiden ke III Amerika Serikat (1743-1826): “Andai saya diminta memilih antara pemerintah tanpa pers atau pers tanpa pemerintah, maka tanpa ragu sedikit pun saya akan memilih yang kedua.” Padahal, selama memerintah dia sering diperlakukan kurang baik oleh pers AS.

http://budimanshartoyo.multiply.com/journal/item/22/BAGAIMANA_MENJADI_WARTAWAN_PROFESIONAL
Adanya keyakinan kuat, akan memberi kekuatan yang tak terhingga. Contoh nyata ada pada sosok Rohan Murphy yang cacat kakinya dalam video dengan alamat url http://www.andriewongso.com/artikel/aw_inspirational_video/1969/Kekuatan_Keyakinan/

Tak punya kaki lengkap bukan menjadi halangan bagi Rohan untuk berprestasi. Atlet gulat berkulit hitam ini membuktikan, keyakinan kuatnya mampu mengatasi kelemahan dirinya. Bahkan, tak jarang ia mengalahkan gulat orang yang bertubuh lengkap. Sungguh luar biasa!!!

Tonton videonya di alamat url http://www.andriewongso.com/artikel/aw_inspirational_video/1969/Kekuatan_Keyakinan/
Menulis, Menulis, Menulis

AWALI setiap pagimu dengan menulis, itu akan membuatmu jadi seorang penulis. Begitulah ungkapan dari Gerald Brenan.
Kata-kata “awali setiap pagimu dengan menulis”, merupakan ungkapan yang penting dan patut dicamkan oleh siapa pun, termasuk saya. Tentu, ada pertanyaan yang muncul: mengapa harus setiap pagi kita menulis? Dan mengapa harus pagi hari waktunya?



Baca selengkapnya di alamat url http://writingsdy.wordpress.com/2007/05/13/menulis-menulis-menulis/
Tips-tips dasar yang bisa anda coba terapkan untuk memulai menulis:
1. waktu yang menyegarkan; adalah waktu-waktu segar adalah sehabis shalat subuh. Anda cukup meluangkan waktu 15-30 menit, di waktu inilah kita bisa menulis lebih cepat dari waktu yang lain.
Cobalah untuk memakai waktu ini sebagai waktu pamungkas untuk berlatih menulis. Selain subuh anda bisa cobah waktu sehabis tidur siang, atau sehabis shalat isya. Atau waktu-waktu kesukaan anda.
2. tempat favorit; pilihlah tempat yang bisa membuat ide kepenulisan anda mengalir lebih deras.
3. segarkan pikiran; Menulis memerlukan pikiran yang segar, sehingga dapat berfikir dan mengeluarkan ide-ide segar.
Jika anda lagi gelisah, cobalah untuk mendengarkan musik-musik yang menenangkan. Setelah pikiran segar tenaga baru akan datang untuk memulai menulis.
4. buat pengingat; Sebuah alarm, atau sebuah tulisan yang tertempel di dinding untuk menulis. Ataukan meminta teman untuk mengingatkan menulis. Dan banyak lainnya.

Baca selengkapnya di http://menulis-t-aft.blogspot.com/2009/08/tips-dasar-untuk-memulai-menulis.html
Tips Menulis bisa dibaca pada alamat http://menulis-t-aft.blogspot.com/
Kumpulan Tips, Motivasi, Cara dan Bimbangan Belajar Menulis.
Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh setiap penulis pemula:
1. Mempelajari misi majalah;
2. Menyiapkan tulisan dengan ide yang berbeda-beda;
3. Tempat menulis;
Selengkapnya baca http://www.menjadicerdas.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=7&Itemid=2
Baca selengkapnya http://pelitaku.sabda.org/bagaimana_dan_mengapa_memulai_kelompok_menulis
Langkah-Langkah untuk Membentuk Kelompok Menulis;
1. Perencanaan
2. Iklan
3. Wawancara
4. Pertemuan pertama
5. Mengelola Kelompok
6. Terakhir, pastikan Anda tetap mempertahankan pertemuan Anda terus fokus pada hal yang penting: kelompok.
Memulai menulis;
SEKARANG INI JUGA
Baca artikel di alamat url http://www.republika.co.id/berita/trendtek/aplikasi/10/03/22/107503-sulit-memulai-menulis-coba-creawriter

Ada aplikasi, CreaWriter namanya.

http://www.republika.co.id/berita/trendtek/aplikasi/10/03/22/107503-sulit-memulai-menulis-coba-creawriter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SELF AWARENEES