Rabu, 27 April 2011

FILSAFAT SOCRATES

A. Sekilas Tentang Filosofi Klasik 
Socrates
Perubahan jalan pikiran dalam filosofi tidak terjadi sekoyong-koyong. Hal tersebut timbul dengan adanya Filosofi Klasik Yunani. Aliran shopisme mulai mengubah pandangan filosofi dari ke cosmos ke manusia sebagai makhluk yang berpengetahuan.
Zaman klasik bermula daraaaaaaai Socrates tetapi Socrates belum sampai pada suatu sistem filosof yang memberikan nama klasik kepda filosofi itu. Ia baru membuka jalan. Socrates baru mencapai kebenaran ia belum sampai menegakkan suatu sistem pandangan tujuannya terbatas hingga mencari dasar yang baru dan kuat bagi kebenaran dan moral. Ajaran ini baru dibangun olh Plato dan Aristoteles.
B. Pemikiran Filsafat Socrates (Moh. Hatta)
Socrates lahir di Athena pada tahun 470 SM dan meninggal pada tahun 399 SM bapaknya tukang pembuat patung dan ibunya bidan. Pada permulaannya socraters mau menuruti jejak bapaknya tetapi ia berganti haluan dari membentuk batu menjadi patung menjadi membentuk watak manusia.
Masa hidupnya hamper sejalan dengan perkembangan sophisme di Athena. Pada hari tuanya Socrates melihat kota tumpah darahnya mulai mundur, setetlah mencapai puncak kebesaran yang gilang gemilang. Ia pandai bergaul dengan segala jenis umur dan ajaran filosofinya tak pernah ditulisnya, melainkan dilakukannya dengan perbuatan dengan cara hidup. Socrates seorang yang sederhana dfan tabiatnya berjalan disekeliling kota dengan alasan padang rumput dan pohon kayu tak memberi pelajaran apapun padaku, manusia ada”. Ia selalu bertanya dengan sungguh-sungguh kepada seseorang karena ingin tahu. Dengan jalan bertanya itu ia memaksa orang tempat bertanya supaya memperhatikan apa yang ia tahu dan hingga mana tahunya. Tujuan Socrates ialah mengajar orang mencari kebenaran yaitu kebenaran yaitu kebenaran yang berlaku untuk selamanya. Sikapnya itu adalah suatu reaksi terhadap ajaran sophisme yang merajalela diwaktu itu. Ia berkata yang ia ketahui Cuma satu yaitu bahwa ia tak tahu.
Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya, jika diperhatikan malahin ia tidak pernah mengajarkan filosofi melainkan hidup berfilosofinya. Bagi dia filosofi bukan isi, bukan hasil bukan ajaran yang berdasarkan dogma melainkan fungsi yang hidup. Disini berlainan pendapatnya dengan guru-guru sophis yang mengajarkan bahwa semuanya relatife dan subyektif dan harus dihadapi dengan pendirian ang skeptic, Socrates berpendapat bahwa kebenaran itu tetap dan harus dicari.
Dalam mencari kebenaran ia tidak memikir sendiri melainkan setiap kali ia berdua dengan orang lain dengan jalan tanya jawab dan metodenya disebut maieutik. Menguraikan seolah-olah menyerupai pekerjaan ibunya sebagai dukun beranak.
Socrates mencari pengertian yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya sebab itu ia selalu bertanya: apa itu? Apa yang dikatakan berani apa yang disebut indah, apa yang bernama adil? Pertanyaan tentang “apa itu” harus lebih dahulu daripada “apa sebab”. Hal ini sering dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Anak kecilpun mulai bertanya dengan “apa itu”. Oleh Karena jawab tentang itu “apa itu” hrus dicari dengan Tanya jawab yang makin meningkat dan mendalam, maka Socrates diakui pula sejak keterangan Aristoteles sebagai pembangun dialektik pengetahuan.
C. Etik Socrates
Budi ialah tahu. Inilah intisari daripada etiknya. Orang yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Paham etiknya itu kelanjutan daripada metodenya. Induksi dan definisi menuju kepada pengetahuan yang berdasarkan pengertian dari mengerti beserta keinsyafan moril tidak boleh tidak mesti timbul budi. Oleh karena itu badi adalah tahu, maka siapa yang tahu akan kebaikan dengan sendirinya terpaksa berbuat baik.
Dari pandangan etik yang rasionil itu Socrates sampai kepada sikap hidup yang penuh dengan rasa keagamaan. Sering pula dikemukakannya bahwa Tuhan itudirasai sebagai suara dari dalam yang menjadi bimbingan bginy dalam segala perbuatannya. Itulah yan disebut daimonion dansemua orang yang mendengarkan suara daimonion itu dari dalam jiwanya apabila ia mau.
D. Murid-Murid Socrates
Diantara murid-murid Socrates ada tiga orang yang mengaku meneruskan pelajarannya yaitu Euklides, Antisthenes dan Arisrippos. Sungguhpun ketiga murid tersebut mendirikan sekolah Socrates sebagai tanda cintanya kepada gurunya. Murid Socrates yang sebenarnya ialah Plato.
E. Pemikiran Filsfat Socrates (K. Bertens)
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyahkan teori-teori sains yang telah mapan mengguncangkan keyakinan agama. Inilah yang menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates harus bangkit ia harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran yang umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif tetapi tidak semuanya. Sayangnya Socrates tidak meninggalkan tulisan. Ajaran kita proleh dari tulisan-tulisan muridnya terutama plato, kehidupan Socrates (470-399 SM)berada ditengah-tengah keruntuhan imperium Athena. Tahun terakhir hidupnya sempat menyaksikan keruntuhan Athena oleh kehancuran orang-orang Oligarki dan orang-orang Demokratis.
Pemuda-pemuda Athena pada masa ini dipimpin oleh doktrin relatifisme dari kaum sophis sednkan Socrates adakah seorang penganut moral yang absolute dan meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yng berdasarkan idea-idea rasional dan keahlian dalam pengetahuan.
Bertens (1975; 85-92) menjelaskan ajaran Socrates sebagai beikut ini. Ajaran ini ditujukan untuk menentang ajaran relatifisme sophis. Ia ingin menegakkan sains dengan agama. Socrates memulai filsafatnya dengan bertolak dari penglaman sehari-hari akan tetapi ada perbedaan yang sangat penting antara sophis dan Socrates; Socrates tidak menyetujui relafisme kaum sophis.
Menurut pendapat Socrates ada kebenaran obyektif yang tidak bergantung pada diri kita sendiri untuk membuktikan adanya kebenaran yang obyektif, Socrates menggunakan metode tertentu. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan dan menganalisis pendapat-pendapat. Metode yang digunakan Socrates biasanya disebut dialektika dari kata kerja Yunani dialegesthai yang berarti bercakap-cakap atau berdialog yang mempunyai peran penting didalamnya.
Didalam traktatnya tentang metafisika, Aristoteles memberikan catatan metode tentang Socrates ini. Ada dua penemuan keduanya berkenaan dengan dasar pengetahuan. Yang pertama ialah Socrates menemukan induksi dan yang kedua ia menemukan definisi. Dalm logikanya Aristoteles menggunakan istilah induksi tatkala pemikiran bertolak dari pengetahuan yang khusus lalu menyimpulkan yang umum itu dilakukan Socrates ia bertolak dari contoh-contoh konkrit dan dari situ ia menyimpulkan pengertian yang umum. Misalnya keutmaan (arête) dari usaha ini Socrates menemukan defines, penemuaanya yang erat dengan pertemuan pertama tadi, karena definisi ini diproleh dengan jalan mengadakan induksi itu.
Orang sophis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada orang sophis bahwa pengetahuan umum itu ada yaitu definisi itu. Jadi orang sophis tidak seluruhnya benar yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus itulah pengetahuan yang kebenaran relatif.
Dengan mengajukan definisi itu Socrates telah dapat menghentikan laju dominasi relatifisme kaum sophis. Jadi kita bukan hidup tanpa pegangan, kebenaran sains dan agama dapat dipegang bersama sebagianya dan diperselisihkan sebagiannya dan orang Athena mulai kembali memegang kaidah sains dan kaidah agama mereka.
Plato memperkokohkan tesis Socrates itu, ia mengatakan kebenaran umum itu memang ada. Ia bukan dicari dengan induksi seperti pada Socrates melainkan telah ada disana dialam idea. Kubu Socrates semakin kuat. Orang sophis semakin kehabisan pengikut. Ajaran bahwa kebenaran itu relatif semakin ditinggalkan Socrates dituduh merusak mental pemuda dan menolak tuhan-tuhan. Socrates diadili oleh hakim Athena. Disana ia mengatakan pembelaan panjang lebar yang ditulis oleh muridnya, Plato dibawah judul Aphologia (pembelaan). Dalam pembelaan itu ia menjelaskan ajaran-ajarannya, seolah-olah ia mengajari semua orang yang hadir dipengadilan it. Socrates dinyatakan bersalah ia dijatuhi hukukma mati.
Didalm dialog yang berjudul Phaidon, Plato menceritakan percakapan Socrates dengan para muridnya pada hari terakhir hidupnya. Sekalipun Socrates telah tiada ajarannya tersebar justru dengan cepat karena kematiannya itu. Orang mulai mempercayai adanya kebenaran umum.
Kesimpulan
Socrates seorang yang sederhana dan tabiatnya verjalan disekeliling kota, mempelajari tingkah laku manusia dari berbagai segi hidupnya. Socrates tidak pernah menuliskan filosofinya. Jika diperhatikan malaha ia tidak mengajarkan filosofi melainkan hidup berfilosofi. Socrates mencari pengertian yaitu bentuk yang tetap daripada sesuatunya.
Bertens (1975; 85-92) menjelaskan ajaran Socrates sebagai beikut ini. Ajaran ini ditujukan untuk menentang ajaran relatifisme sophis. Ia ingin menegakkan sains dengan agama. Ada perbedaan yang sangat penting antara sophis dan Socrates; Socrates tidak menyetujui relatifisme kaum sophis. Orang sophis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya tidak ada pengetahuan yang bersifat umum.

Selasa, 26 April 2011

Pengantar Buku "Jurnalisme Investigasi"

Kode Etik Jurnalistik Indonesia

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi oleh Pancasila, UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab social, keberagaman masyarakat dan norma-norma agama. Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati HAM setiap orang. Karena itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.  20x20 confident Kode Etik Jurnalistik Indonesia
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. 20x20 adore Kode Etik Jurnalistik Indonesia Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 1
Wartawan Indonesia Bersikap Independen, Menghasilkan Berita Akurat, Berimbang Dan Tidak Beritikad Buruk
Penafsiran
  • Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
  • Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
  • Berimbang berarti semua pihak mendapatkan kesempatan setara.
  • Tidak beritikad berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain


Pasal 2
Wartawan Indonesia Menempuh Cara-Cara Profesional Dalam Melaksanakan Tugas Jurnalistik
Penafsiran
Cara-cara profesional adalah:
  • Menunjukkan identitas diri kepada narasumber.
  • Menghormati hak privasi.
  • Tidak menyuap.
  • Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya.
  • Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.
  • Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyiaran gambar, foto dan suara.
  • Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai hasil karya sendiri.
  • Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.


Pasal 3
Wartawan Indonesia Selalu Menguji Informasi, Memberitakan Secara Berimbang, Tidak Mencampurkan Fakta Dan Opini Yang Menghakimi, Serta Menerapkan Asas Praduga Tak Bersalah
Penafsiran
  • Menguji informasi berarti melakukan check dan recheck tentang kebenaran informasi.
  • Berimbang berarti memberikan ruang atau waktu pemberiataan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
  • Opini yang menghakimi berarti pendapat pribadi wartawan. Berbeda dengan opini interpretative, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
  • Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


Pasal 4
Wartawan Indonesia Tidak Membuat Berita Bohong, Fitnah, Sadis Dan Cabul
Penafsiran
  • Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
  • Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
  • Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
  • Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
  • Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartwan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.


Pasal 5
Wartawan Indonesia Tidak Menyebutkan Dan Menyiarkan Identitas Korban Kejahatan Susila Dan Tidak Menyebutkan Identitas Anak Yang Menjadi Pelaku Kejahatan
Penafsiran
  • Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
  • Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.


Pasal 6
Wartawan Indonesia Tidak Menyalahgunakan Profesi Dan Tidak Menerima Suap
Penafsiran
  • Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
  • Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.


Pasal 7
Wartawan Indonesia Memiliki Hak Tolak Untuk Melindungi Narasumber Yang Tidak Bersedia Diketahui Indentitas Maupun Keberadaannya, Menghargai Ketentuan Embargo, Informasi Latar Belakang Dan “Off The Record” Sesuai Dengan Kesepakatan
Penafsiran
  • Hak tolak adalah hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
  • Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
  • Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
  • Off The Record adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberikan.


Pasal 8
Wartawan Indonesia Tidak Menulis Atau Menyiarkan Berita Berdasarkan Prasangka Atau Diskriminasi Terhadap Seseorang Atas Dasar Perbedaan Suku, Ras, Warna Kulit, Agama, Jenis Kelamin Dan Bahasa Serta Tidak Merendahkan Martabat Orang Lemah, Miskin, Sakit, Cacat Jiwa Atau Cacat Jasmani
Penafsiran
  • Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
  • Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.


Pasal 9
Wartawan Indonesia Menghargai Hak Narasumber Tentang Kehidupan Pribadinya, Kecuali Untuk Kepentingan Publik
Penafsiran
  • Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
  • Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.


Pasal 10
Wartawan Indonesia Segera Mencabut, Meralat Dan Memperbaiki Berita Yang Keliru Dan Tidak Akurat Disertai Dengan Permintaan Maaf Kepada Pembaca, Pendengar, Dan Atau Pemirsa
Penafsiran
  • Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
  • Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.


Pasal 11
Wartawan Indonesia Melayani Hak Jawab Dan Hak Koreksi Secara Proporsional
Penafsiran
  • Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
  • Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
  • Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

20x20 hell boy Kode Etik Jurnalistik Indonesia (kode etik ini ditetapkan di Jakarta; Selasa, 14 Maret 2006) 20x20 hell boy Kode Etik Jurnalistik Indonesia

Incoming search terms:

Senin, 25 April 2011

MODUL JURNALIS DASAR


Pengetahuan Tentang Pers Dan Jurnalistik
Secara bahasa, Pers berarti media. Berasal dari bahasa Inggris press yaitu cetak. Apakah media itu berarti hanya media cetak? Tentunya tidak. Pada awal kemunculannya media memang terbatas hanya pada media cetak. Seiring percepatan tekhnologi dan informasi, ragam media ini kemudian meluas. Muncul media elektronik: Audio, audio visual (pandang-dengar) sampai internet. Jadi pers adalah sarana atau wadah untuk menyiarkan produk-produk jurnalistik.
Sedang jurnalistik merupakan suatu aktifitas dalam menghasilkan berita maupun opini. Mulai dari perencanaan, peliputan dan penulisan yang hasilnya disiarkan pada public atau khalayak pembaca melalui media/pers. Dengan kata lain jurnalistik merupakan proses aktif untuk melahirkan berita.
Hasil dari proses jurnalistik yang kemudian menjadi teks yang dimuat di media, berupa berita maupun opini.

Fungsi Pers
1. Menyiarkan informasi; hal inimerupakan fungsi yang pertama dan utama karena khalayak pembaca memerlukan informasi mengenai berbagai hal di bumu ini.
2. Mendidik (to educate); artinya sebagai sarana pendidikan massa (mass education). Adapun isi dari media atau hal yang dimuat dalam media mengandung unsur pengetahuan khalayak pembaca pengetahuannya.
3. Menghibur (to entertaint), khalayak pembaca selain membutuhkan informasi juga membutuhkan hiburan. Ini juga menyangkut minat insani.
4. Mempengaruhi (control social); tidak dapat dipungkiri dalam kehidupan ini ada kejanggalan-kejanggalan, baik langsung ataupun tidak langsung, berdampak pada kehidupan social. Pada fungsi ini media dimungkinkan menjadi control social, yang karena isi dari media sendiri bersifat mempengaruhi.









Teori Pers
Fred S. Slebert, Thedorre Peterson dan Wilbur Schamm menyatakan bahwa pers di dunia saat ini dapat dikatagorikan menjadi: Authorian Pers, social Responbility Pers dan Soviet Communist Pers.
Adapun teori Soviet Communist Pers hanyalah perkembangan dari teori authoritarian Pers. Pada teori itu fungsi pers sebagai media informasi kepada rakyat oleh pihak penguasa mengenai apa yang mereka inginkan dan apa yang harus didukung rakyat.
Sedangkan teori Sosial Rseponbility merupakan perkembangan dari teori Lebertarian Pers. Dan teori ini adalah kebalikan dari teori autoritarian pers, dimana pers bebas dari pengaruh pemerintah dan bertindak sebagai Fouth State. Pada teori ini pers menempatkan posisinya sebagai tanggung jawab social.


Apa Itu Berita?
Secara sederhana berita merupakan laporan seorang wartawan/jurnalis mengenai fakta. Karena ada banyak fakta dalam kehidupan atau realitas social lantas apakah fakta/realitas merupakan berita? Tidak? Fakta itu akan menjadi berita setelah dilaporkan oleh seorang wartawan. Karena itu berita merupakan konstruksi dari sebuah fakta. Lantas seperti apa fakta yang semestinya dilaporkan wartawan lalu menjadi berita? Secara teoritis ada banyak sekali ukuran, namun secara umum ukuran itu dibagi dua, yakni penting dan menarik. Kemudian, seberapa penting dan menarikkah suatu peristiwa itu layak dijadikan berita? Maka untuk mempertimbangkan hal tersebut dibutuhkan nilai-nilai sebagai pertimbangan untuk menentukan suatu peristiwa itu layak dijadikan berita. Dalam jurnalistik nilai-nilai tersebut disebut dengan News Value (nilai berita).

Objek Berita
Karena berita adalah laporan fakta yang ditulis oleh seorang jurnalis, maka objek beritanya adalah fakta. Dan fakta dalam jurnalsitik dikenal dalam beberapa kriteria, yaitu:
1. Peristiwa, adalah suatu kejadian yang baru terjadi, artinya kejadian itu hanya sekali terjadi.
2. Kasus, adalah merupakan kejadian yang tidak selesai setelah peristiwa terjadi. Maksudnya kejadian tersebut meninggalkan kejadian selanjutnya, peristiwa melahirkan peristiwa berikatnya. Maka kejadian demi kejadian tersebut disebut dengan kasus.
3. Fenomena, adalah merupakan suatu kasus yang ternyata tidak terjadi hanya pada batas teritorial tertentu, artinya kasus tersebut sudah mewabah, terjadi dimana-mana.

Nilai-nilai Berita (News Value)
Secara umum nilai berita ditentukan oleh 10 komponen. Semakin banyak komponen tersebut dalam berita maka semakin besar nilai khalayak pembaca terhadap berita tersebut, secara lebih rinci dapat diringkaskan sebagai berikut:
1. Kedekatan (Proximity), peristiwa yang memiliki kedekatan dengan khalayak, baik secara geografis maupun psikis.
2. Bencana (Emergency), tiap manusia membutuhkan rasa aman. Dan setiap rasa aman akan menggugah perhatian setiap orang.
3. Konflik (Conflict), ancaman terhadap rasa aman yang ditimbulkan manusia. Konflik antar individu, kelompok maupun Negara tetap akan mengugah perhatian setiap orang.
4. Kemashuran (Prominence), biasanya rasa ingin tahu terhadap seseorang yang menjadi Public figure cukup besar.
5. Dampak (Impact), peristiwa yang memiliki dampak langsung dalam kehidupan khalayak/masyarakat.
6. Unik, manusia cenderung ingin tahu tentang segala hal yang unik, aneh dan lucu. Hal-hal yang belum pernah atau tak bias ditemui dalam kehidupan sehari-hari dan menarik perhatian.
7. Baru (Actual), suatu peristiwa yang baru terjadi akan memancing minat orang untuk mengetaui.
8. Kontroversial, suatu peristiwa yang bersifat controversial akan menarik untuk diketahui karena mengandung kejanggalan.
9. Human Interest, derita cenderung dijahui manusia, dan derita sesame cenderung menarik minat untuk mengetahui. Karena manusia menyukai suguhan informasi yang mengesek sisi kemanusiaan.
10. Ketegangan (Suspense), sesuatu yang membuat manusia ingin mengetahui apa yang terjadi cenderung menarik minat, karena orang ingin tahu akhir dari peristiwa.
Namun sering kali ditemui dalam beberapa media yang melaporkan peristiwa yang sama. Ini karena perbedaan sudut pandang (angel) yang diambil wartawan dalam menulis berita.

Unsur Berita
Diketahui bahwa berita merupakan hasil rekonstruksi dari fakta (peristiwa) oleh wartawan, maka doperlukan perangkat untuk merekonstruksi peristiwa tersebut. Berangkat dari pemikiran bahwa pada umumnya manusia membutuhkan jawaban atas rasa ingin tahunya dalam enam hal. Maka dari itu materi berita digali melalui enam pokok unsure tersebut; meliputi apa (what), siapa (who), dimana (where), kapan (when), mengapa (why), bagaimana (how). Kemudian dikenal sebagai 5W+1H.

Sifat Berita
1. Mengarahkan (Directive), karena berita ini dapat mempengaruhi khalayak, baik disengaja atau tidak. Maka berita ini sifatnya mengarahkan
2. Menbangkitkan Perasaan (effectife), melalui berita ini dapat membangkitkan perasaan public
3. Memberi Informasi (Informatife), berita in harus memberi informasi tentang keadaan yang terjadi sehingga memberi gambaran jelas dan menjadi pengetahuan public.

Kaidah-kaidah Penulisan Berita
Dalam penulisan berita, dalam hal ini menkonstruk peristiwa (fakta) tidaklah semena-mena. Penulisan berita didasarkan pada kaidah-kaidah jurnalistik. Kaidah-kaidah tersebut biasa dikenal dengan konsep ABC (Accuracy, Balance, Clarity).
1. Accuracy (akurasi)
Disebut sebagai pondasi segala macam penulisan bentuk jurnalistik. Apabila penulis ceroboh dalam hal ini, artinya sama dengan melakukan pembodohan dan membohongi khalayak pembaca. Untuk menjaga akurasi dalam penulisan berita, bila perlu perhatikan beberapa hal berikut:
a. Dapatkan berita yang benar
b. Lakukan re-cek terhadap data yang diperoleh
c. Jangan mudah berspekulasi denga isu atau desas-desus
d. Pastikan semua informasi dan data yang diperoleh dapat dipertanggung jawabkan kewenangan dan keabsahannya.
2. Balance (Keseimbangan)
Ini juga menjadi kaidah dalam penulisan berita. Sering terjadi sebuah karya jurnalistik terkesan berat sebelah dengan menguntungkan satu pihak tertentu sekaligus merugikan pihak lain. Keseimbangan dimungkinkan dengan mengakomodir kedua golongan (misalnya dalam penulisan berita tentang konflik). Hal demikian dalam jurnalistik disebut dengan "Both Side Covered".
3. Clarity (Kejelasan)
Factor kejelasan bisa diukur apakah khalayak mengerti isi dan maksud berita yang disampaikan, bukan jelas dalam konteks teknis, namun lebih condong pada factor topic, alur pemikiran, kejelasan kalimat, kemudian pemahaman bahasa dan pernyaratan penulisan lainnya.

Struktur/Susunan Penulisan Berita
Dalam berita terdapat struktur atau susunan berita juga memiliki bagian-bagian. Maka sebelum mengenal struktur penulisan berita terlebih dulu kita mengenal bagian-bagian berita. Dimana bagian-bagian tersebut dari Kepala Berita atau Judul (Head News). Topi Berita, menunjukan lokasi peristiwa dan identitas media (misalnya, Surabay SP) biasanya digunakan dalam penulisan Straight News, intro diletakkan setelah judul berfungsi sebagai penjelas judul dan gambaran umum isi berita. Tubuh berita (news body), bisa dikatakan sebagai isi berita.
Adapun strukrur penulisan berita sebagai berikut:
1. Piramida Terbalik: artinya pokok atau inti berita diletakkan di awal-awal paragraph (1-2 paragraf) dan bukan berarti paragraph selanjtnya tidak penting. Cumin bukan merupakan inti berita. Biasanya ini digunakan dalam penulisan staright news.
2. Balok tegak: artinya pokok atau inti berita tidak hanya diletakkan di awal paragraph. Terdapat di awal, tengah dan akhir paragraph. Biasanya ini digunakan dalam penulisan depth news (Indepth reporting ataupun investigasi reporting).

Metode Penggalian Data
Dalam membuat berita, data menempati posisi penting, karena melalui datalah peristiwa (fakta) dapat dilaporkan. Data merupakan "mind" (rekaman) dari suatu peristiwa. Dan penulis (jurnalis) menyajikan knstruksi dari peristiwa/fakta tersebut yang disusun dari berbagai data. Ada beberapa cara untuk penggalian data tersebut. Pertama, melalui pengamatan langsung penulis (observasi) untuk mendapatkan data tentang kejadian. Kedua, melakukan wawancara terhadap seseorang yang terlibat langsung (sekunder) dalam suatu kejadian. Wawancara juga dimaksudklan untuk melakukan Cross Chek demi akurasi data yang diperoleh melalui pengamatan (observasi). Ketiga, selain dua perangkat tersebut data juga bisa diperoleh melalui data literary terhadap dokumen-dokumen dengan suatu fakta kejadian ataupun fenomena (jika dimungkinkan) data demikian dianggap penting.
Obeservasi
Ini dilakukan pada tahap awal pencarian data tentang sesuatu. Dalam pengamatan sangat mengandalkan kepekaan inderawi (lihat, dengar, cium, sentuh) dalam mengamati realitas. Namun dalam pengamatan tersebut seorang observator tidak boleh melakukan penilain terhadap realitas yang diamati.
Kegiatan observasi terkait dengan pekerjaan memahami realitas detail-detail kejadian yang berlangsung. Untuk itu diperlukan upaya memfokuskan pengamatan pada obyek-obyek yang tengah diamati.
Observasi memerlukan daya amatan yang kritis, luas. Namun tetap tajam dalam mempelajari rincian obyek yang ada dihadapannya. Untuk mendapatkan pengamatan yang obyektif si pengamat harus bisa mengontrol emosional dan mampu menjaga jarak dengan segala rincian obyek yang diamati.
Dalam penggalian data melalui observasi ini sifatnya langsung dan orsinil. Langsung artinya dalam pengamatannya tidak berdasarkan teori, pikiran dan pendapat. Ia menemukan langsung apa yang hendak dicarinya. Orsinil artinya hasil amatannya merupakan hasil serapan indranya bukan yang dilaporkan orang lain. Dan untuk selanjutnya akan dibahas secara lengkap mengenai jenis pengamatan, mulai pengamatan I, II, III dan IV.
1. Pengamatan I
Tahap ini merupakan langkap untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada suatu obyek yang telah ditentukan agar mampu untuk mendeskripsikannya. Hal ini dimaksudkan untuk membedah kesadaran antara obyektifitas dan subjektifitas, antara fakta dan imajinasi sebagai bagian dari news. Dari sini diusahakan untuk mampu mendeskripsikan keberadaan benda mati ke dalam bentuk sebuah tulisan.
Maksimalisasi panca indera sangat ditonjolkan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan secara deskriptif. Dalam pendeskripsian ini harus mengoptimalkan kemampuan indera dalam meggambarkan sebuah benda tanpa menyebutkan sifat objek. Sebab jika mengungkapkan sifat pada sebuah objek, maka deskripsi akan bersifat subjektif.
Karena itu diperlukan batasan antara objektifitas dan subjektifitas. Objektifitas dapat berpatokan pada: posisi letak, ukuran, warna, bahan, kedudukan, akurasi, identitas, dan non justification. Sedangkan subjektifitas dalam pendeskripsian dapat di lihat dari: keadaan, agak/ kemiripan, imajinasi pendapat pribadi, gaya bahasa banyak mengulas mengulas, mengungkapkan sifat, fungsi/ normative dan suasana.
Keduanya dapat dijadikan pisau dalam menganalisa suatu objek. Selanjutnya dari hasil deskripsi, seorang yang membacanya dapat menyimpulkan sendiri berdasarkan data.
2. Pengamatan II
Dalam tahap ini deskripsi objek lebih di tingkatkan lagi pada benda bergerak/ hidup. Dengan prinsip yang tidak jauh berbeda dengan pengamatan I. kemampuan indera lebih dipertajam untuk memperoleh deskripsi yang maksimal. Pembatasan wilayah objektifitas dan subjektifitas tetap ditekankan, namun disini lebih di kembangkan untuk penentuan fokus pengamatan pada objek.
Dengan demikian selanjutnya akan lebih mengarahkan deskripsi pada focus benda (supaya tidak meluas). Pengungkapan kondisi dan suasana lingkungan dapat dimasukkan dalam pengamatan ini yang berusaha untuk memberikan deskripsi secara utuh (holistic)
3. Pengamatan III
Tahap ini akan mengamati sebuah gambar atau foto dari sebuah peristiwa. Praktisnya adalah berusaha untuk membangun analisis dan deskripsi objektif dari sebuah gambar atau foto yang dianggap sebagai dunia nyata sekaligus pengamat diposisikan seolah-olah berada dalam keadaan tersebut.
Dalam penagmatan ini diupayakan untuk memfokuskan kesadaran dan kepekaan penginderaan pada peristiwa dunia dalam gambar tersebut. Aktualisasi analisis dapat dilakukan dengan mengajukan dan menuliskan pernyataan sebanyak-banyaknya tentang peristiwa yang diamati. Selanjutnya dapat diminta untuk mengajukan dan menuliskan kemungkinan jawaban atas setiap pertanyaannya.
Focus kesadaran penginderaan benar-benar harus dicurahkan untuk mendapatkan deskripsi yang detail dan akurat. Hasil pengamtan ini dapat dijadikan tolak ukur sehingga kekuatan dan kemampuan seseorang jurnalis dalam menganalisa memecahkan persoalan sekaligus kemudian menuangkannya dalan tulisan. Untuk mempertajam analisa dapat ditambah dengan perinsip 5 W + 1 H.
4. Pengamatan IV
Pengamatan ini akan memfokuskan kesadaran dan kepekaan indera pada sebuah peristiwa nyata untuk kemudian dideskripsikan. Di sini para calon jurnalis dapat menggali data dengan alat bantu wawancara maupun cara lain yang berkaitan dengan perristiwa tersebut. Hanya saja titik tekan lebih pada proses pengamatan (indera). Yang kemudian prinsip 5 W + 1 H dalam tahap ini dapat di aplikasikan secara langsung dan menyeluruh.
Dalam tahap ini sebanarnya dinding pemisah antara subjektifitas dan objektifitas sangat tipis. Apa yang di anggap objektifitas oleh seseorang bisa dianggap subjektifitas oleh orang lain, begitu pula sebaliknya. Misalnya kita analogikan dengan sebuah pernyataan "agama itu baik bagi manusia" atau "agama itu tidak baik bagi manusia". Sehingga kemungkinan orang akan mengatakan pernyataan pertama benar dan objektif dengan alasan misalnya banyak orang telah membuktikan kebaikan agama. Tetapi dengan alasan dan bukti berbeda, orang lain akan membenarkan pernyataan kedua.
Begitu pula dalam subuah peristiwa, bahwa objektifitas dan subjektifitas pendapat orang akan bersifat relative, tergantung pada siapa yang mengatakan dan dalam kondisi bagaimana. Subjektifitas akan dikatakan objektif apabila dikautkan dengan pendapat seseorang, dalam arti bukan pendapat penulis/ jurnalis.

Wawancara
Wawancara merupakan aktifitas yang dilakukan dalam jurnalistik untuk memperoleh data. Dalam menggali data tidak mungkin bagI seorang jurnalis untuk menulis berita hanya mengandalkan hasil observasi, tanpa melakukan wawancara. Karena dengan wawancara bisa memperoleh kelengkapan data tentang peristiwa atau fenomena. Juga dengan wawancara seorang jurnalis melakukan cross chek atau recheck dari data yang diperoleh sebelumnya demi akurasi data.
Perlu diperhatikan bahwa wawancara bukanlah proses Tanya jawab "saya bertanya-anda menjawab" wawancara lebih luas dari proses tanya jawab. Pewawancara dan yang diwawancarai berbagi pekerjaan "membagun ingatan" tujuan umumnya merekonstruksi kejadian yang entah baru terjadi atau lampau. Dalam aktifitas ini (wawancara) pewawancara dan yang diwawancarai akan membangun kembali ingatan-ingatan tersebut.

Tekhnik Wawancara
Ø Menguasai permasalahan
Ini penting untuk menghindari Miss Understanding antara pewawancara dan yang diwawancarai.
Ø Ajukan pertanyaan yang lebih spesifik
Ø Pertanyaan yang lebih spesifik akan lenbih membantu dan mempermudah dalam mengarahkan topic pembicaraan
Ø Jangan menggurui
Ø Karena wawancara bukan proses tanya jawab, tetapi aktifitas membangun ingatan terhadap peristiwa yang baru terjadi atau telah lampau.

Study Literary
Suatu data tidak hanya di peroleh melalui pengamatan dan wawancara tetapi bisa juga memanfaatkan (melacak) data-data yang terdokumentasikan. Pencarian data-data yang terdokumentasikan juga sangat dipertimbangkan keabsahannya (valid) dan dapat dipertanggung jawabkan, misalnya Keppres, Tap MPR, Undang-undang. Tidak mungkin di dapatkan melalui didapatkan melalui pengamatan ataupun wawancara. Kebutuhan data yang seperti itulah sangat memungkinkan dan merupakan keharusan untuk pencarian data yang terdokumentasikan. Dan biasanya data-data yang seperti itu validitasnya dapat dipertanggungjawabkan.
Karena tingkat validitas data itu harus dipertanggungjawabkan maka dalam pencarian dan seseorang jurnalis harus hati-hati memanfaatkan dokomentasi yang sudah ada pemanfaatan data yang terdokumentasikan tidak terbatas pada Keppres, Tap MPR, Undang-undang, hasil dari penelitian, berita di media, arsip, buku, juga bisa dijadikan sebagai dokumen, tetapi juga harus mempertimbangkan validitas dari data-data tersebut.

Koran atau majalah
Koran atau majalah menyediakan informasi cukup memadai untuk kebutuhan riset dokumen. Informasi surat kabar cukup layak dijadikan sumber data otentik (terlepas bila mengandung kesalahan informasi), riset dokumen yang dilakukan mempelajari terhadap berbagai pemberitaan dari reportase yang obyektif, teks berita foto (caption), dan tulisan opini.
Teknik penelusuran data melalui Koran atau majalah ialah :
Ø Melalui system kartu indeks perpustakaan
Ø Melalui system kartu indeks yang diterbitkan oleh sindikasi

Buku
Pencarian data melalui buku terkait dengan kredibilitas penulisnya, penerbitnya, dan tahun-tahun revisi penerbitannya. Juga memeriksa keterangan data-data statistic yang dikutip, apakah dari abstraksi data yang terbaru buku layak dijadikan sumber data karena buku biasanya memuat bahasan-bahasan yang mendalam dan cakupan pemahaman yang luas.
Ø Bebrapa referensi buku yang bisa dimanfaatkan
Ø Kamus
Ø Ensiklopedi
Ø Biografi
Ø Tesis/disertasi
Ø Jurnal
Ø Internet

BENTUK PENULISAN BERITA
STRAIGHT NEWS
Straight news atau sering juga disebut berita langsung merupakan bentuk penulisan berita yang paling sederhana, hanya dengan menyajikan unsure 4W (what, who, when, where) maka tulisan tersebut bisa langsung menjadi berita. Namun bukan berarti straight news menafikan unsure why dan how. Karena itu bentuk penyajiannya pun juga diatur sedemikian rupa, sehingga khalayak pembaca bisa mengetahui pesan utama yang terkandung dalam berita itu tanpa perlu membaca seluruh isi berita. Pola penulisan straight news sering dipakai oleh media-media massa yang punya masa edar harian. Selanjutnya untuk media-media massa yang terbit berkala banyak memakai pola penulisan feature, depth news (indepht reporting maupun investigative reporting).
Permasalahnnya sekarang fakta yang bagaimana yang biasanya ditulis dengan bentuk straight news. Tidak semua fakta bisa ditulis dengan bentuk straight news. karena straight news sangat terikat dengan unsure kebaruan (aktualita). Maka suatu fakta itu dituls dengan bentuk straight news;
1. informasi/berita tentang peristiwa dan buku fenomena ataupun kasus. Akhirnya kejadian yang hanya sekali itu saja terjadi. Bukan kejadian yang terjadi secara berlanjutan. Misalnya kecelakaan lalu lintas, kejahatan, pergantian pejabat, dsb.
2. informasi atau berita itu penting untuk segera diketahui khalayak
3. baru (actual)

DEPTH NEWS
Tulisan ini lazim disebut "laporan mendalam, di gunakan untuk menuliskan permasalahan (yang penting dan menarik) secara lebih lengkap, bersifat mendalam dan analitis, dimensinya lebih luas, yang di jadikan berita biasanya suatu kasus maupun fenomena. Laporan ini ditulis berdasarkan hasil liputan terencana, dan membutuhkan waktu panjang. Karena merupakan hasil liputan terencana, maka diperlukan persiapan yang matang, sehingga dalam penuilsan in-Depth reporting ini membutuhkan out line sebagai kerangka acuan dalam penggalian data sampai analisa data.
Dalam Depth news materi penulisan berita penekanannya pada unsur How (bagaimana) dan why (mengapa). Mencari dan memaparkan jawaban How dan Way secara lebih rinci dan banyak dimensi

Karakteristik Depth News
1. Srukturnya balok tegak
2. Deskripsinya analitis, banyak mengungkapkan fakta-fakta penting dan pendukung untuk kejelasan berita
3. lenggang cerita mengikat (berkesinambungan) antara paragraph sebelum dan sesudahnya
4. Lebih mendalam dalam menguraikan fakta.

Pembuatan Perencanaa Liputan (Outline)
Karena pemberitaan dalam model depth news lebih menekankan pada unsure why dan how, maka dibutuhkan kedalaman dalam mengurai realitas. Supaya dalam penguraian realitas tidak terjadi pembiasan/pelebaran, dalam artian tetap focus dalam meguarai suatu realitas, maka amat dibutuhkan kerangka (Outline) sebagai acuan dalam mengurai realitas tersebut, mulai dari pengumpulan/pengalian data sampai penganalisaan data, sebelum dijadikan tulisan.
Adapun dalam pembuatan Outline, kita tidak kosong terhadap realitas (kasus atau fenomena) yang akan diurai. Penegtahuan awal tentang fenomena yang akan diurai akan sangat membantu dalam pembacaan fenomena tersebut. Karena tidak mungkin seluruh uraian fenomena yang disajikan dalam tulisan, maka dalam outlinnya ditentukan sisi mana (angle) yang akan diurai dan disajikan secara mendalam.
Sedangkan enggle di maksudkan sebagai penentu batasan-batasan fenomena yang akan diurai sehingga dalam mengurai dan menganalisa sebuah fenomena tetap terfokus pada batasan yang telah di rencanakan dan tidak melebar kemana-mana yang hanya akan menjadikan pembiasan dalam penguraian dan penganalisaan.
Sebagai kerangka acuan dalam liputan mendalam Out Line juga memuat perencanaan (ketentuan) data-data yang akan diacri. Dan untuk data yang di rencanakan melalui wawancara, ditentukan pula poin-poin pertanyaan (drafting) secara garis besarnya.

FEATURES
Penulisan ini lazim di sebut berita kisah (narasi) atau cerita pendek non fiksi. Dikatakan non fiksi karena tetap berdasarkan pula fakta. Features juga sering disebut berita ringan (soft news) karena gaya penulisannya yang indah memikat, naratif, proasis, imajinatif dan bahasanya lugas.
Biasanya featuers ini mengggunakan suatu peristiwa (realitas social) yang biasanya tidak terlalu menjadi perhatian public dan isinya lebih menekankan pada sisi human interest (menarik minat dan perasaan khalayak pembaca) model features dalam penulisan berita tidak terikat aktualitas.
Namun dalam menulis features dibutuhkan kepekaan dan ketajaman menangkap fenomena dalam realitas social melalui pengamatan dan wawancara yang mendalam, serta riset dokumentasi yang cermat.

Ragam Features
1. Historikal Features
Menceritakan kejadian-kejadian yang menonjol pada waktu yang telah lewat, tetapi mesih mempunyai nilai human interest.
2. Profile Feature
Mengemukakan pengalaman pribadi seseorang atau kelompok. Khalayak pembaca bisa mengetahui sepak terjang tokoh tersebut, motivasinya, wawasannya, kerangka berfikirnya. Dan dikemas seolah-olah ‘kisah pengakuan diri’ dari orang yang bersangkutan.
3. Adventures Features
Menyajikan kejadian unik dan menarik yang dialami seseorang atau kelompok dalam perjalanan kesuatu daerah tertentu, baik tentang alam maupun masyarakat.
4. Trend features
Mengungkapkan kisah tentang kehidupan sekelompok anak manusia ataupun perubahan gaya hidupnya dalam proses transformasi social.
5. Seasonal Features
Mengisahkan aspek baru dari suatu peristiwa teragenda, seperti saat lebaran, natal, peringatan hari lahir tokoh nasional dan sebagainya.
6. How-to-do-it Feature
Mengungkapkan bagaimana suatu perbuatan atau kegiatan dilakukan, seperti tulisan tentang pemanfaatan daun sereh sebagai obat keluarga atau bagaimana cara menghapuskan virus computer.
7. Explanatori/Backgrounder Feature
Mengisahkan suatu yang terjadi dibalik peristiwa atau penjelasan mengapa hal itu terjadi, misalkan tentang pemogokan buruh, mengapa pemogokan itu terjadi, sebab apa yang melatar belakangi pemogokan.
8. Human Interest Feature
Menceritakan tentang kisah hidup anak manusia yang menyentuh perasaan, seperti seorang mahasiswa yang terus kuliah dengan mengandalkan hasil kerngatnya sendiri. Penulisan ini ditekankan pada tingkah laku hidupnya bukan personnya.

Karakteristik Features
1. Teras Berita (Lead) bebas asal tetap menarik
2. Strukturnya bebas tapi tetap ringkas dan terus menarik
3. Bagian akhir tulisan dapat meningalkan pesan pada pembaca, artinya dapat membuat pembaca tersenyum, tertawa, berdecap, bagian akhir yang demikian disebut Punch.
4. Lenggang cerita terkesan santai
5. Deskripsi bervariasi, mengungkapkan detil-detil yang menyentuh atau yang membangkitkan emosi.


Pembuatan Opini, Tajuk Rencana (Editorial)
, Artikel, Kolom (Essai) dan resensi
Pembuatan antara opini, tajuk rencana, artikel, kolom dan resensi mempunyai spesifikasi masing-masing yang sangat berbeda. Antara satu tema rubrik tajuk opini pasti akan berbeda dengan rubric opini, begitupun yang lainnya. Sehingga dibawah ini akan dipaparkan spesifikasi masing-masing.

a. Opini
Bila berita sebagai hasil konstuksi dari peristiwa (fakta) dan dituntut obyektif dalam penyajiannya, maka tidak demikian halnya dengan opini. Opini bukan merupakan konstruksi peristiwa, tetapi lebih pada penilaian terhadap peristiwa (fakta), jadi terdapat unsure-unsur subyektifitas penulis dalam penyajiannya. Penulisannya tidak berdasarkan pada 5W+IH sebagaimana berita.
Langkaha awal yang harus dilakukan sebelum mengumpulkan bahan dan menulis opini dalah menentukan tema (problem yang akan diurai). Tema merupakan bentangan benang-merah dalam benak penulis yang menggambarkan tujuan tulisan, merupakan gagasan pokok. Tanpa tema tulisan opini tidak akan utuh dan menentu arahnya. Ada beberapa bentuk penulisan opini dalam jurnalistik; artikel, kolom, esai, resensi. Beberapa bentuk tulisan tersebut lazimnya merupakan ruang bagi pembaca.
Selain bentuk-bentuk tersebut masih ada penilisan lain yang disebut opini. Namun, opini ini lebih merupakan pendapat media bersangkutan terhadap realitas yang berkembang. Salah satunya adalah editorial/tajuk yang merupakan penilaian atau analisa dari redaksi tentang situasi dan berbagai masalah. Juga ada pojok, ia merupakan tulisan tanpa sentilan, sindiran terhadap realitas yang ditulis dengan gaya satire, lucu, kocak. Dan karikatur juga merupakan penilaian redaksi terhadap realitas, ia tidak jauh beda dengan pojok, namun diungkapakn melalui gambar/kartun.

Syarat-syarat Opini
- Orsinil
- Faktual, Aktual
- Bersifat ilmiah
- Sistematis
- Mengandung gagasan atau ide
- Menggunakan bahasa yang baik dan benar (Sesuai dengan kaidah bahasa, baik Indonesia ataupun serapan).
b. Tajuk Rencana (Editorial)
Suatu karya tulis yang merupakan pandangan redaksi terhadap suatu fakta/realitas, karena merupakan pandangan redaksi maka tajuk bersangkutan dengan penilaian redaksi. Tajuk rencana memuat fakta dan opini yang disusun secara ringkas dan logis.
Yang perlu diperhatikan dalam membuat tajuk
- Judul yang sifatnya meghimbau pembaca
- Kalimat untuk lead (paragraf awal) tidak terlalu panjang
Tajuk rencana yang baik mengandung keseimbangan antara hasil karya seorang ilmuan dan seorang seniman. Denga jiwa ilmuan, dimaksudkan dalam menentukan dan menganalisa problema bersifat logis, sangat mempertimbangakn temuan-temuan dalam mengurai problem. Dengan semangat seniman, dimaksudkan lebih pada penyajian hasil analisa dalam bentuk tulisan agar lebih enak dibaca.

c. Artikel
Merupakan karya jurnalisik yang mempunyai karya ilmiah. Ada juga yang mengatakan artikel merupakan karya ilmiah. Kenapa? Dalam artikel susunan penulisannya seperti halnya karya ilmiah: ada batasan-batasan permasalahannya yang diungkapkan untuk selanjutnya diurai dalam tulisan, juga dimungkinkan ada problem solfing. Bahasa yang digunakan adalah bahasa-bahasa ilmiah-baku, namun tidak kaku. Jadi dalam menulis artikel langkah utama adalah menentukan permasalahan yang akan diurai (tema). Mensistematiskan supaya lebih mudah untuk ditarik benang merah. Ini perlu diperhatikan dalam menulis artikel.
Tema dalam bahasan artikel bisa berupa apa saja, dari teknologi sampai politik, dari masalah yanglebih kecil sampai pada masalah yang paling besar.

d. Kolom / Essai
Sama halnya dengan artikel, menulis kolom diperlukan menentukan permasalahan yang akan diurai, juga sistematisasi permasalahan untuk ditarik benang merah. Ini dimaksudkan untuk menjadikan lebih terarah. Dalam penulisannya, kolom tidak ketat seperti artikel. Bahasa yang digunakan lebih lentur, mudah dipahami, terkesan santai dalam memaparkan idenya.
Dalam essai lebih longgar lagi dan tulisannya lebih pendek dari kolom. Biasanya karakter penulis tercerminkan dalam tulisan essai kekhasan personal lebih ditonjolkan. Sama halnya dengan kolom dalam memaparkan idenya terkesan santai, bahasanya lentur,alur bahasa lebih lugas. Juga seperti halnya dalam penulisan opini yang lain, ada permasalahan yang diuraikan.

e. Resensi
Resensi merupakan bentuk tulisan dalam hal pengambaran/analisa terhadap sebuah teks. Teks disini bisa berupa buku, film, teater, maupun lagu. Sebagian menyebut resensi sama halnya dengan synopsis, pengambaran secara global tentang teks. Tapi sebenarnya tidak sama, karena dalam resensi ada sedikit sentuhan analisa penulis dan seorang resensor harus berlaku subyektif mungkin dalam menggambarkan atau menganalisa teks.

PENULISAN BERITA
a. Membuat Judul
Judul berita memang bukan merupakan hal yang urgen dalam penulisan berita. Tapi bisa menjadi hal yang vital. Sebelum membaca isi berita pembaca cenderung membaca judulnya lebih awal. Ketika judul tidak menarik, pembaca akan enggan untuk membaca isinya.
Maka usahakan dalam membuat judul mudah dimengerti dengan sekali baca, juga menarik, sehingga mendorong pembaca mengetahui lebih lanjut isi berita. Tapi judul yang menarik belum tentu benar dalam kaidah penulisan judul. Pada dasarnya judul seharusnya mencerminkan isi berita. Jadi disamping mencerminkan isi dan menarik. Judul perlu kejelasan asosiatif setiap unsure subjek, objek dan keterangan.
Selain itu dalam menuliskan judul juga bisa menggunakan kalimat langsung, artinya mengutip langsung ungkapan dari narasumber. Biasanya suatu pernyataan itu mengarah subjek yang melontarkan, untuk menjelaskan subjek (nama-nama narasumber atau sebuah kegiatan maka digunakan kickers (pra judul). Atau jika tidak menggunakan kickers, penulisan judul dalam dua tanda petik.
b. Pembuatan Lead
lead merupakan paragraph awal dalam tulisan berita yang berfungsi sebagai kail sebelum masuk pada uraian dalam tulisan berita. Ada beberapa maca lead yang bisa digunakan dalam menulis berita:

1. Lead ringkasan: Biasanya dipakai dalam penulisan "Berita keras". Yang ditulis inti beritanya saja, sedangkan interesting reader diserahkan kepada pembaca, lead ini digunakan karena adanya persoalan yang kuat dan menarik.
2. Lead bercerita: Ini digemari oleh penulis cerita fiksi karena dapat mebarik dan membenamkan pembaca alur yang mengasikkan. Tekhniknya adalah membiarkan pembaca menjadi tokoh utama dalam cerita.
3. Lead pertanyaan: Lead ini efektif apabila berhasil menantang pengetahuan pemabaca dalam mengenal permasalah yang diangkat.
4. Lead menuding langsung: Biasanaya melibatkan langsung pembaca secara pribadi, rasa ingin tahu mereka sebagai manusia diusik oleh penudingan lead oleh penulis.
5. Lead Penggoda: Mengelabui pembaca dengan acara bergurau. Tujuan utamanya menggaet perhatian pembaca dan menuntunnya supaya pembaca habis cerita yang ditawarkan.
6. Lead Nyetuk: Lead yang menggunakan puisi, pantun, lagu atau yang lain. Tujuannya menarik pembaca agar menuntaskan cerita yang kita atawrkan. Gays lead ini sangat has dan ekstrim dalam bertingkah.
7. Lead Deskriptif: Menciptakan gambaran dalam pikiran pembaca tentang seorang tokoh atau suatu kejadian, Lead ini banyak digemari wartawan ketka menulis feature profil pribadi.
8. Lead Kutipan: Lead yang mengutip perkataan, statement, teori dari orang terkenal.
9. Lead Gabungan: Lead yang menggabungkan dua atau lebih macam lead yang sudah ada. Semisal lead kutipan digabung dengan lead deskriptif.


c. Pembuatan Ending
Untuk menutup ending atau ending story, ada beberapa jenis:

1. Penyegar: penuto yang biasanya diahiri kata-kata yang mengagetkan pembaca dan seolah-olah terlonjak
2. Klimaks: penutup ini ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis.
3. Tidak ada penyelesaian: penulis mengahiri cerita dengan memberikan sebuah pertanyaan pokok yang takterjawab. Jawaban diserahkan pada pembaca untuk membuat solusi atau tanggapan tentang permasalahan yanga ada.


d. Alur Penulisan
Kita sering membaca sebuah tulisan, tapi setelah selesai kita tidak tahu apa yang dikatakan dan yang dimaksud oleh tulisan tersebut. Dalam kasus ini, sebagai penulis ia gagal msnyampaikan ide/pikiran pada pembaca. Ada dua kemungkinan kenapa pembaca tidak memahami tulisan tersebut. Pertama bahasa yang digunakan penulis. Kedua, alur tulisan yang tidak terarah. Jika yang terjadi adalah factor kedua maka penulis telah melakukan kesalahan yang sangat fatal.
Ada beberapa hal yang dapat dijadikan acuan:
1. Sebab- akibat
2. Akibat- sebab
3. Diskriptif-kronologis

BAHASA JURNALISTIK
Bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas terbatasnya ruang dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi capat dalam ruang dan waktu yang relative terbatas. Dengan demikian diobutuhkan suatu bahasa jurnalistik yang lebih efisien. Dengan efisien dimaksudkan lebih hemat dan lebih jelas.
Asas hemat dan jelas ini sangat penting buat seorang jurnalis dalam usaha kearah efisiensi dan kejelasan dalam tulisan. Penghematan diarahkan kepada penghematan ruang dan waktu. Ini bisa dilakukakn didua lapisan. (1) unsur kata, dan (2) unsur kalimat.
a. Penghematan.
Unsur Kata
1. beberapa kata indinesia sebenarnya bisa dihemat tanpa mengorbankan tata bahasa dan jelasnya arti. Misalnya
agar supaya menjadi agar, supaya
akan tetapi menjadi tapi
apabila menjadi bila
sehingga menjadi hingga
meskipun menjadi meski
walaupun menjadi walau
tidak menjadi tak
(kecuali diujung kalimat atau berdiri sendiri)
2. kata daripada atau dari pada juga bisa disingkat jadi dari misalnya:
" keadaan lebih baik dari pada zaman sebelum perang", menjadi "keadaan lebih baik dari sebelum perang", tapi mungkin masih janggal mengatakan:: "dari hidup berputi mata, lebih baik mati berputih tulang".
3. Beberapa kata mempunyai sinonim yang lebih pendek. Misalnya:
kemudian = lalu
makin = kian
terkejut = kaget
sangat = amat
demikian = begitu
sekarang = kini
catatan: dua kata yang bersamaan arti belum tentu bersamaan efek, sebab bahasa bukan hanya soal perasaan. Jadi dalam soal memilih sinonim pendek perlu mempertimbangkan rasa bahasa.

Penghematan Unsur Kalimat
Lebih efektif penghematan kata adalah penghematan melalui struktur kalimat. Banyak contoh pembuatan kalimat dengan pemborosan kata.
1. pemakaian kata yang sebenarnya tak perlu, diawal kalimat, misalnya:
- "adalah merupakan kenyataan, bahwa pencaturan politik internasional berubah-ubah setiap zaman". (bisa disingkat: "merupakan kenyataan, bahwa………….")
- "apa yang dikatakan Wijoyo Nitisastro sudah jelas. (bisa disingkat: " yang dikatakan Wijoyo Nitisastro").
2. pemakaian apakah atau apa (mungkin pengaruh bahasa daerah) yang sebenarnya bisa ditiadakan misalnya:
- "apakah Indonesia akan terus tergantung pada bantuan luar negeri" (bisa disingkat: "akan terus tergantungkah Indonesia")
- "baik kita lihat, apa(kah) dia dirumah atau tidak, bisa disingkat "baik kita lihat dia dirumah atau tidak"
3. pemakaian dari sepadan dengan of (inggris) dalam hubungan milik yang sebenarnya bisa ditiadakan: juga dari pada misalnya:
- " dalam hal ini pengertian dari pemerintah diperlukan" bisa disingkat:" dalam hal ini pengertian pemerintah diperlukan".
- "sintaksis adalah bagian dari pada tata bahasa" bisa disingkat: "sintaksis adalah bagian tata bahasa".
4. pemakaian untuk sepadan dalam to (inggris) yang sebenarnya dapat ditiadakan. Misalnya:
- "Unisoviet cenderung untuk mengakui hak-hak India ", bisa disingkat "Unisoviet cenderung megakui hak-hak India".
- "pendirian semacam itu mudah untuk dipahami" menjadi "pendirian semacam itu mudah dipahami".
Catatan:
Dalam kalimat: "mereka setuju untuk tidak setuju", kata untuk demi kejelasan dipertahankan
5. pemakaian adalah sepadan dengan is atau are (inggris) tak selamanya perlu: misalnya:"kera adalah binatang pemamah biak" bisa disingkat "kera binatang pemamah biak".
Catatan: dalam struktur kalimat lama, adalah ditiadakan, tapi kata itu ditambahkan, misalnya dalam kalimat: "pikir itu pelita hati". Kita bisa memakainya meski lebih baik dihindari, misalnyakalua kita harus menerjemahkan "man is a better driver than women", bisa mengacaukan bila disalin:"pria itu pengemudi yang lebih baik dari pada wanita".
6. pembunuhan akan, telah, sedang sebagai penunjuk waktu sebenarnya bisa dihapuskan, kalau ada keterangan waktu. Misalnya:
- "presiden besok akan meninjau pabrik ban Goodyear" bisa disingkat "presiden besok meninjau pabrik"
- "tadi telah dikatakan………" bisa disingkat "tadi dikatakan"
- "kini Clay sedang sibuk mempersiapkan diri " bisa disingkat "kini Clay mempersiapkan diri"
7. pembunuhan bahwa sering bisa ditiadakan:
misalnya:
- "Gubernur Ali Sadikin membantah desas desus yang mengatakan bahwa ia akan diganti".
- "Tidak diragukan lagi bahwa ialah orang yang tepat" bisa disingkat "tidak diragukan ia lah orangnya yang tepat".
Catatan: sebagai ganti bahwa ditaruhkan koma, atau pembuka (;), bila perlu
8. yang, sebagai penghubung kata benda dengan kata sifat, kadang juga bisa ditiadakan dalam konteks kalimat tettentu misalnya:
- "Indinesia harus menjadi tetangga yang baik dari Australia" bisa disingkat "Indonesia harus menjadi tetangga yang baik Australia"
- "kami adalah pewaris yang sah dari kebudayaan dunia"
9. pembentukan kata benda (ke +…+ an atau pe +…+ an) yang berasal dari kata kerja kata sifat, kadang meski tak selamanya menambah beban kalimat dengan kata yang sebenarnya tak perlu. Misalnya:
- "PN sedang menderita kerugian Rp. 3 juta" bisa disingkat " PN sedang rugi Rp. 3 juta".
- "ia telah tiga kali melakukan penipuan tehadap saya" bisa disingkat " ia telah tiga kali menipuan tehadap saya".
f. Kejelasan
Setelah dikemukakan 16 pasal yang merupakan pedoman dasar bagaimana penghematan dalam menulis, dibawah ini pedoman dasar kejelasan dalam menulis. Menulis secara jelas membutuhkan perasyarat:
1. penulisan harus memahami betul soal yang mau ditulisnya, bukan pura-pura paham atau belum yakin benar akan pengetahuan sendiri.
2. penulis harus punya kesadaran tentang pembaca.

Kejelasan Unsur Kata
1. Berhemat dengan kata-kata asing.
Dewasa ini begitu derasnya arus istilah-istilah asing dalam pers kita. Misalnya: income percapita, meet the press, steam-bath,midnight show, project officer, floating mass, program-oriented, floor-price, City Hall, upgrading, the best photo of the year, reshuffle, approach, single, seeded.dan lain lagi. Kata-kata itu sebenarnya bisa diterjemahkan, tapi dibiarkan begitu saja sementara diketahui bahwa tingkat pelajaran bahasa inggris sedang merosot, bisa diperhitungkan sebentar lagi pembaca Koran Indonesia akan terasing dari informasi, mengingat timbulnya jarak bahasa yang kian melebar. Apalagi jika i diingat rakyat rakyat kebanyakan memahami bahasa inggris sepatahpun tidak.
Sebelum terlambat, ikhtiar menterjemah kata-kata asing yang relative mudah diterjemah harus segera dimulai. Tapi sementara ini diakui perkembangan bahasa tak berdiri sendiri melainkan di topang perkembangan sector kebudayaan lain. Maka sulitlah kita mencari terjemah dari lunar module feasibility study, after shafe-lotion,, drive-in, pant-sul dari perbendaharaan kata-kata asing.
Tehnical know-how, backhand drive, smash, slow motion, enterperneur, boom, longplay, crash program, buffet dinner, double-breast, dll. Karena pengertian-pengertian itu tak berasal dari perbendaharaan cultural kita. Walau ikhtiar mencari salinan Indonesia yang tepat dan enak (misalnya bell-bottom dengan "cutbray") tetap perlu.
2. menghindari sejauh mungkin akronim
Setiap bahasa mempunyai akronim tapi agaknya sejak lima belas tahun yang kemarin, berbahasa Indonesia bertambah gemar mempergunakan akronim, hingga sampai hal-hal yang kurang perlu. Akronim mempunyai manfaat menyingkap ucapan dan penulisan dengan cara dan mudah diingat. Dalam bahasa Indonesia, yang kata-katanya bersuku, kata tunggal, dan yang rata-rata dituliskan dengan banyak huruf, dan kecenderungan membentuk akronim lumrah "Hankam", "Bappenas", "Daswati", "Humas", memang lebih ringkas dari "pertahanan dan keamanan", "Badan Perencanaan Pembangunan Nasional", "Daerah Swantara Tingkat", dan "Hubungan Masyarakat"
Tapi kiranya akan teramat membingungkan kalau kita seenaknya saja membikin akronim sendiri dan selalu sering, disamping itu, perlu diingat ada yang membuat akronim untuk alat praktis dalam dinas (misalnya yang dilakukan kalangan ketentaraan) ada yang membaut akronim untuk bergurau, mengejek, dan mencoba lucu (misalnya dikalangan remaja sehari-hari: (ortu) untuk (orang tua), (keruk nasi) untuk (kerukunan nasional). Tapi ada juga yang membaut akronim atau menciptakan efek propaganda dalam permusuhan politik, misalkan: (manikebu) untuk ( manifestasi kebudayaan), (Nikolin) untuk (neo kolonialisme), (cinkom) untuk (cina komunis), (asu) untuk (Ali Suracman).
Bahasa jurnalistik dari sikap objektif, seharusnya menghindarkan akronim jenis yang terakhir. Akronim bahas apojok sebaiknya juga dihindarkan dari bahasa pemberitaan, misalnya (Djagung) untuk (jaksa agung). (Gepeng) untuk (gerakan penghematan), (sas-sus) untuk (desas desus). Karena akronim bisa menghamburkan pengertian kata-kata yang diakronimkan

Kejelasan unsur kalimat
Seperti halnya dalam asas penghematan, asas kejelasan juga lebih efektif jika dilakukan dalam struktur kalimat. Satu-satunya untuk itu ialah dihindarkannya kalimat-kalimat majemuk yang paling panjang kalimatnya: terlebih-lebih lagi jika kalimat majemuk itu bercucu kalimat.

SELMAT BELAJAR
Diposkan oleh Muhtadin Asya Pradana Hidup Adalah Belajar Biarlah qta Belajar Untuk Hidup di 16:4

HIPNOTIS

Sebuah ilmu pengetahuan adalah bersifat netral, baik buruknya sebuah ilmu tergantung dari si pemakai ilmu. Hipnotis & NLP adalah sebuah ilmu yang ilmiah. Merupakan bagian dari ilmu yang mempelajari psikologi manusia dan terkait dengan pemrograman Fikiran dan Perilaku. Untuk membentengi diri dan keluarga dari kejahatan yang diakibatkan oleh penyimpangan ilmu ini, maka kita juga harus mengerti tentang ilmu ini. Paling tidak kita faham dasar-dasar dari prinsip kerjanya. Sehingga dapat mengantisipasinya. Dibawah ini saya sajikan sekilas tentang ilmu hipnotis.
Hipnosis (Inggris: hypnosis) adalah teknik atau praktik dalam mempengaruhi orang lain secara sengaja untuk masuk ke dalam kondisi yang menyerupai tidur, dimana seseorang yang terhipnotis bisa menjawab pertanyaan yang diajukan, serta menerima sugesti dengan tanpa perlawanan. Teknik ini sering dilakukan untuk menjelajahi alam bawah sadar.
Hipnotis adalah keadaan dimana proses hipnosis dilakukan, dimana seseorang membuat atau menyebabkan seseorang berada dalam keadaan hipnosis. Orang yang terhipnotis dipercaya berada dalam keadaan mental dimana perhatiannya menjadi terfokus, terkonsentrasi, dan pikirannya lebih mudah menerima permintaan atau sugesti.

Definisi dan sejarah hipnosis
Kata ‘Hipnotis’ dan ‘hipnotisme’ sama-sama merupakan turunan dari istilah ‘neuro-hipnotisme’ (nervous sleep), dicetuskan oleh dokter bedah Skotlandia James Braid sekitar tahun 1841 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Hipnotis Modern. Braid mendasari cara kerjanya dengan metode yang dikembangkan oleh Frans Mesmer dan para pengikutnya (“Mesmerisme” atau “Magnetisme Binatang”), tapi berbeda dengan teorinya sebagaimana prosedur dilakukan.

Berlawanan dengan kesalahan konsep popular, bahwa hipnotis merupakan sebuah bentuk mirip ketidaksadaran waktu tidur, penelitan kontemporer menyebutkan bahwa hipnotis sesungguhnya merupakan keadaan bangun dari konsentrasi yang terfokus dan berpusat pada sugestibilitas, dengan kewaspadaan perifer yang berkurang. Pada buku pertama topik ini “Neurypnology” (1843), Braid mendeskripsikan “hipnotisme” sebagai keadaan relaksasi fisik disertai dan diinduksi konsentrasi mental (“abstraksi”).

Pencetus Menurut karya-karyanya, Braid mulai mendengar laporan tentang berbagai praktek kedokteran Oriental segera setelah publikasi karya pertamanya tentang hipnotisme, Neurypnology (1843). Dia pertama kali membahas beberapa praktek oriental dalam serangkaian artikel yang berjudul Magic, Mesmerism, Hypnotism, etc. Historically & Physiologically Considered. Dia menggambarkan analogi antara praktek pribadinya tentang hipnotisme dan berbagai bentuk meditasi yoga Hindu dan praktek-praktek spiritual kuno lainnya, terutama yang menlibatkan penguburan diri secara sukarela dan hibernasi manusia.

Ketertarikan Braid terhadap praktek-praktek ini muncul dari penelitiannya tentang Dabistan-I Mazahib, “Sekolah Keagamaan”, sebuah karya kuno Persia yang menggambarkan berbagai macam ritual keagamaan Oriental, kepercayaan, dan praktek-prakteknya.

“Bulan Mei lalu (1843), seorang pria yang tinggal di Edinburg yang tidak saya kenal secara pribadi, yang telah lama tinggal di India, mengirim surat persetujuan terhadap pandangan saya yang telah diterbitkan tentang sifat dan penyebab fenomena hipnotis dan mesmerisma. Untuk membuktikan pandangan saya,dia menyebutkan bahwa ia pernah menyaksikan sesuatu di daerah oriental dia merekomendasikan saya untuk melihat ke dalam “Dabistan, sebuah buku yang diterbitkan baru-baru ini, sebagai bukti tambahan efek yang sama. Dengan banyak rekomendasi, saya segera dikirimi sebuah salinan buku “Dabistan, dimana saya banyak menemukan laporan fakta nyata, bahwa orang-orang kudus timur semuanya merupakan orang yang menghipnotis diri sendiri (self hipnotisers), yang pada dasarnya sama dengan rekomendasi saya untuk keperluan yang sama.”

Walaupun ia menolak penafsiran transedental/metafisikal yang diberikan untuk fenomena tersebut, Braid menerima bahwa kejadian praktek-praktek Oriental ini mendukung pandangannya bahwa efek hipnotisme dapat dihasilkan dalam suasana kesendirian, tanpa kehadiran orang lain (seperti yang telah terbukti dengan percobaan yang dilakukannya sendiri pada November 1841), dan dia melihat hubungan antara banyak praktek-praktek ‘metafisikal’ Oriental dan neuro hipnotisme ‘rasional’nya dan sepenuhnya menolak semua teori cairan dan praktek magnetism oleh para pengikut Mesmerisme.

Kemudian ia menulis: “Sebagaimana pasien dapat membuat diri mereka sendiri dalam tidur gelisah (nervous sleep) dan mewujudkan semua fenomena umum Mesmerisme, melalui usaha mereka sendiri tanpa sengaja, seperti yang telah berkali-kali saya buktikan dengan membuat mereka mempertahankan pandangan tetap stabil dalam hal apapun, mengkonsentrasikan seluruh energy mental mereka pada sebuah ide obyek yang dipandang, atau sama dengan pasien melihat titik pada jarinya sendiri, sebagaimana yang telah dilakukan orang-orang Majus Persia dan Yogi India selama 2400 tahun untuk kepentingan keagamaan, membuat diri mereka sendiri ke dalam kerasukan (trance) ekstatik dengan menjaga pandangan mereka tetap stabil dengan memandang ujung hidungnya sendiri, sudah jelas bahwa tidak ada keperluan untuk pengalaman eksoteris untuk menghasilkan fenomena Mesmerisme. Obyek agung dalam segala proses ini adalah untuk mendorong kebiasaan ketiadaan atau konsentrasi pikiran, dimana subyek betul-betul terserap dalam satu ide, atau serangkaian ide, dimana tidak sadar atau sadar terhadap semua obyek, tujuan atau tindakan lain.”

Franz Mesmer

Franz Mesmer (1734-1815) percaya bahwa ada kekuatan magnetis atau "cairan" di dalam alam semesta yang mempengaruhi kesehatan tubuh manusia. Dia bereksperimen dengan magnet sehingga menyebabkan penyembuhan. Sekitar tahun 1774 dia telah menyimpulkan bahwa efek yang sama dapat dibuat dengan menggoyangkan tangan di kejauhan, di depan tubuh subyek, yang disebut sebagai membuat "hipnotis goyangan." Kata ‘mesmerize’ (=pesona, bahasa Inggris) kata berasal dari nama Franz Mesmer, dan sengaja digunakan untuk memisahkan penggunanya dari berbagai macam “cairan” dan "magnet" yang tertanam dalam label teori "magnetisme".

Pada 1784, atas permintaan Raja Louis XVI, serangkaian komite ilmiah Perancis, salah satunya termasuk duta besar Amerika untuk Perancis, Benjamin Franklin, meneliti teori Mesmer46. Mereka juga menyelidiki praktik mahasiswa dari Mesmer, Charles d'Eslon (1750-1786), dan walaupun mereka menerima bahwa hasil Mesmer itu valid, percobaan plasebo-terkontrol mereka diikuti praktik d'Eslon meyakinkan mereka bahwa Mesmerisme sepertinya dihasilkan oleh kepercayaan dan imajinasi daripada apapun energi tak terlihat ("magnetisme binatang") yang dipancarkan dari tubuh Mesmeris. Dengan kata lain, meskipun menerima bahwa praktek Mesmer tampak memiliki kemanjuran, semua komite benar-benar menolak semua teori Mesmer's.

James Braid Menyusul temuan komite Perancis, pada karyanya “Elements of the Philosophy of the Human Mind” (1827), Dugald Stewart, seorang filsuf akademik berpengaruh dari "Scottish School of Common Sense", mendorong para dokter untuk menyelamatkan elemen mesmerisme dengan mengganti teori supernatural "magnetisme binatang" dengan penafsiran baru berdasarkan "akal sehat" hukum fisiologi dan psikologi. Braid mengutip kutipan berikut dari Stewart:

“Menurut saya, bahwa kesimpulan umum yang ditetapkan oleh praktek-praktek Mesmer dengan tidak mengabaikan efek fisik dari prinsip imajinasi [...] lebih ingin diketahui daripada jika ia betul-betul mendemonstrasikan keberadaan bualan ilmiahnya (dari “Magnetisme Binatang”): saya tidak bisa melihat alasan mengapa seorang dokter, yang mengakui efisiensi moral (contohnya psikologis) yang dipekerjakan oleh Mesmer, harus, dalam melaksanakan profesinya, menyalin proses apa pun yang diperlukan untuk menundukkan mereka untuk perintahnya, tetapi ia lebih ragu mempekerjakan pegawai fisika baru, seperti ahli listrik atau galvanisme.”

Pada masa Braid, Scottish School of Common Sense memberikan teori dominan tentang psikologi akademik dan Braid mengacu pada filsuf lain dalam tradisi ini di seluruh tulisan-tulisannya. Oleh karena itu Braid merevisi teori dan praktek mesmerisme dan mengembangkan metode sendiri "hipnotisme" sebagai pengobatan alternative yang lebih rasional dan ‘masuk akal” .

“Di sini mungkin perlu bagi saya untuk menjelaskan, bahwa dengan istilah Hipnotisme, atau tidur saraf, yang sering terjadi, yang saya maksudkan adalah kondisi khusus dari sistem saraf, di mana mungkin dapat dibuat oleh alat buatan, dan yang berbeda, dalam beberapa hal, dari tidur biasa atau kondisi bangun. Saya tidak mengatakan bahwa kondisi ini disebabkan melalui transmisi dari pengaruh magnet atau okultisme dari tubuh saya ke dalam pasien, juga tidak saya akui, dengan proses saya, untuk menghasilkan suatu fenomena yang lebih tinggi (contohnya supranatural) dari Mesmeris. Pretensi saya adalah sebuah karakter yang jauh lebih rendah hati, dan semuanya konsisten dengan prinsip umum yang telah diakui dalam ilmu fisiologi dan psikologi. Hipnotisme karena itu mungkin tidak sesuai dengan mesmerisme rasional , berlawanan dengan Mesmerisme Transendental dari Mesmerist.”

Meskipun ia menyebutkan istilah "mesmerisme rasional", Braid akhirnya menekankan keunikan pendekatannya, melakukan eksperimen informal sepanjang kariernya untuk membantah argumen tentang praktek supranatural, dan sebagai gantinya menunjukkan peran proses fisiologis dan psikologis biasa seperti sugesti dan konsentrasi terfokus untuk menghasilkan efek yang dapat diamati. Braid bekerja sama sangat erat dengan teman dan sekutu ahli fisiologi terkenal Profesor William Benjamin Carpenter, seorang neuro-psikolog awal, yang memperkenalkan teori sugesti "ideo-motor refleks". Carpenter telah mengamati berbagai contoh harapan dan imajinasi yang rupanya tanpa sadar mempengaruhi gerakan otot. Sebuah contoh klasik dari prinsip ideo-motor di tindakan adalah apa yang disebut "pendulum Chevreul" (dinamai menurut Michel Eugène Chevreul). Chevreul mengklaim bahwa pendulum dapat dibuat bergoyang hanya konsentrasi yang tepat saja.

Braid segera mengasimilasikan pengamatan Carpenter dengan teorinya sendiri, menyadari bahwa pengaruh konsentrasi terfokus adalah untuk meningkatkan respon reflex ideo-motor. Braid mendefiniskan teori Carpenter untuk menjelaskan pengaruh pikiran terhadap tubuh secara lebih umum, di luar sistem otot, dan karena itu disebut respon "ideo-dinamis" dan menciptakan istilah "psiko-fisiologi" untuk merujuk pada studi pikiran umum / interaksi tubuh.

Dalam karya-karyanya berikutnya, Braid memberikan istilah ‘hipnotisme’ untuk kasus-kasus di mana subjek memasuki keadaan amnesia menyerupai tidur. Selanjutnya, ia berbicara tentang prinsip "mono-ideodynamic" untuk menekankan bahwa teknik induksi fiksasi mata bekerja dengan mempersempit konsentrasi subyek dengan ide tunggal atau melatih pikiran ("monoideism") yang memperkuat pengaruh “ide dominan” atas tubuh subyek dengan prinsip ideo-dinamis.

Histeria vs Sugesti

Selama beberapa dekade, karya-karya Braid ebih berpengaruh di luar negeri daripada di negaranya sendiri, kecuali untuk segelintir pengikut, terutama Dr John Milne Bramwell. Ahli saraf terkemuka Dr George Miller Beard membawa teori Braid ke Amerika. Sementara karya-karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman oleh Wilhelm T. Preyer, Profesor Fisiologi di Universitas Jena. Psikiater Albert Moll kemudian melanjutkan penelitiannya di Jerman, mempublikasikan Hipnotisme pada tahun 1889. Perancis menjadi titik fokus penelitan setelah ahli saraf terkemuka Dr Étienne Eugène Azam menyajikan penelitian Braid di Akademi Ilmiah Perancis. Azam juga menerjemahkan naskah terakhir Braid's (On Hypnotism, 1860) ke dalam bahasa Prancis. Atas permintaan Azam, Paul Broca, dan lain-lain, Akademi Ilmiah Perancis, yang telah memeriksa mesmerisme pada 1784, tulisan diperiksa Braid's lama setelah kematiannya.

Antusiasme Azam terhadap hipnotisme dipengaruhi Ambroise-Auguste Liébeault, seorang dokter desa. Hippolyte Bernheim menemukan kelompok hipnoterapi klinis Liebeault yang sangat terkenal dan kemudian menjadi seorang penghipnotis yang berpengaruh. Penelitan tentang hipnotisme kemudian berputar di sekitar perdebatan sengit antara Jean-Martin Charcot dan Hippolyte Bernheim, dua tokoh paling berpengaruh dalam hipnotisme akhir abad 19.

Charcot menjalankan sebuah klinik di Rumah Sakit Pitié-Salpêtrière (yang juga dikenal sebagai "Sekolah Paris" atau "Sekolah Salpêtrière"), sementara Bernheim memiliki klinik di Nancy (juga dikenal sebagai "Sekolah Nancy"). Charcot, lebih dipengaruhi oleh Mesmerisme, berpendapat bahwa hipnotis adalah sebuah keadaan fungsi saraf abnormal yang hanya ditemukan pada wanita histeris tertentu. Dia menyatakan bahwa hal tersebut terwujud dalam serangkaian reaksi fisik yang dapat dibagi ke dalam tahap yang berbeda. Bernheim berpendapat bahwa setiap orang bisa dihipnotis, dan merupaikan penjabaran dari fungsi psikologis normal, dan bahwa dampaknya adalah karena sugesti. Setelah perdebatan beberapa dekade, pandangan Bernheim mendominasi. Teori Charcot sekarang hanyalah merupakan cerita bersejarah.

Pierre Janet

Pierre Janet (1859-1947) melaporkan penelitian pada subjek Hipnotis pada tahun 1882. Charcot kemudian diangkat direktur laboratorium psikologi di Salpêtrière pada tahun 1889, setelah Janet menyelesaikan gelar doktor dalam filsafat yang membahas otomatisme psikologis. Pada tahun 1898 diangkat Janet dosen psikologi di Sorbonne, dan pada 1902 menjadi kursi psikologi eksperimental dan komparatif di College de France. Janet menyatukan pendapat antara pendapatnya dengan Bernheim dan pengikut-pengikutnya, mengembangkan psikoterapi hipnotisnya berdasarkan konsep disosiasi psikologis, pada pergantian abad, mencoba untuk menyaingi Freud dalam menyediakan teori psikoterapi yang lebih komprehensif.

Sigmund Freud

Sigmund Freud, penemu psikoanalisis, mempelajari hipnotisme pada sekolah Paris dan mengunjungi Sekolah Nancy sebentar. Pada awalnya, Freud adalah seorang pendukung antusias dari Hypnotherapy, dan segera mulai menekankan regresi Hipnotis dan reaksi ab (katarsis) sebagai metode terapi. Dia menulis artikel ensiklopedia yang mendukung hipnotis, diterjemahkan dalam salah satu karya Bernheim ke dalam bahasa Jerman, dan menerbitkan serial studi kasus yang berpengaruh bersama rekannya Joseph Breuer berjudul Studies on Hysteria (1895). Hal ini menjadi teks pendiri tradisi selanjutnya dikenal sebagai "hypno-analisis" atau "hipnoterapi regresi."

Namun, Freud secara bertahap meninggalkan hipnotisme demi psikoanalisis, menekankan asosiasi bebas dan interpretasi bawah sadar. Berjuang dengan biaya besar yang dibutuhkan psikoanalisis pada waktu itu, Freud kemudian menyarankan bahwa psikoterapi mungkin dapat dikombinasikan dengan sugesti hipnotis untuk mempercepat hasil pengobatan, Namun hanya segelintir pengikut Freud yang cukup berkualitas dalam sintesinya dengan hipnotis. Karya mereka memiliki pengaruh terbatas pada pendekatan hipnoterapi yang sekarang dikenal sebagai "hipnotis regresi", "hipnotis progresif", dan "hypnoanalysis".

Emile Coue

Émile Coué (1857-1926) dibantu Ambroise-Auguste Liébeault untuk sekitar dua tahun di Nancy. Setelah berlatih selama beberapa tahun sebagai seorang hipnoterapis menggunakan metode Liébeault dan Bernheim Sekolah Nancy, Coué mengembangkan orientasi baru yang disebut "sugesti sadar." Beberapa tahun setelah kematian Liébeault di 1904, Coué mendirikan apa yang kemudian dikenal sebagai New Nancy School, sebuah kolaborasi bebas dari beberapa praktisi yang mengajarkan dan mempromosikan pandangannya. Metode Coue tidak menekankan "tidur" atau relaksasi yang mendalam dan bukannya berfokus pada sugesti melibatkan serangkaian tes saran spesifik. Meskipun Coué berargumen bahwa ia tidak lagi menggunakan Hipnotis, pengikut seperti Charles Baudouin dilihat pendekatan sebagai bentuk ringan hypnosis diri sendiri. Metode Coué's menjadi terkenal dengan pertolongan untuk diri sendiri (self help) dan teknik psikoterapi, yang kontras dengan psikoanalisis dan prefigured self-hypnosis dan terapi kognitif.

Clark L.Hull

Perkembangan utama berikutnya datang dari peneliti psikologi perilaku universitas Amerika. Clark L. Hull, seorang psikolog Amerika terkemuka, menerbitkan kompilasi besar pertama studi laboratorium terhadap Hipnotis, Hypnosis & Suggestibility(1933), di mana ia membuktikan bahwa Hipnotis dan tidur tak punya kesamaan. Hull menerbitkan banyak temuan-temuan kuantitatif dari Hipnotis dan meyarankan percobaan dan penelitian yang didorong oleh psikologis aliran utama. Interpretasi hinotis berdasarkan psikologi perilaku Hull interpretasi Hipnotis, menekankan refleks terkondisi, disaingi interpretasi psikologi perilaku Freudian yang menekankan transferensi bawah sadar.

Milton Erickson

Milton H. Erickson, MD adalah salah satu hipnoterapis pasca-perang yang paling berpengaruh. Dia menulis beberapa buku dan artikel jurnal tentang topik ini. Selama tahun 1960-an, Erickson mempopulerkan sebuah cabang baru dari hipnoterapi, yang dikenal sebagai hipnoterapi Ericksonian, yang memiliki ciri primer dengan sugesti tidak langsung, "metafora" (sebenarnya analogi), teknik kebingungan (confusion techniques), dan double binds di tempat induksi hipnotis formal. Namun, perbedaan antara metode Erickson dan hipnotis tradisional dimulai oleh praktisi kontemporer misalnya André Weitzenhoffer, dipertanyakan apakah ia betul-betul mempraktekkan "Hipnotis" dan bagaimana pendekatannya tetap dipertanyakan.

“Erickson tidak berkeberatan menampilkan berbagai efek sugesti seperti terhipnotis, tidak peduli apakah subyek dalam keadaan hipnotis atau tidak. Sebenarnya, dia tidak mempedulikan apakah keadaan terhipnotis seperti itu sama dengan dalam keadaan terhipnotis yang sesungguhnya atau tidak”

Karakteristik

Pandangan skeptis tentang kesulitan membedakan antara hipnotis dan efek placebo, mengatakan bahwa hipnotis sangat bergantung terhadap efek sugesti dan dipercaya bahwa hal tersebut akan susah dibayangkan, bagaimana suatu kontrol plasebo dapat diciptakan untuk penelitan tentang hipnotis. Dapat dikatakan bahwa sugesti hipnotik dimaksudkan secara eksplisit agar dapat berguna terhadap efek placebo. Sebagai contoh, Irving Kirsch telah mencetuskan definisi Hipnotis sebagai sebuah efek ‘mega-plasebo yang tidak mengecoh’, contohnya sebuah metode terbuka yang menggunakan sugesti dan menggunakan metode untuk memperbesar efeknya.

Definisi

Definisi paling awal dari kata ‘hipnotis’ dicetuskan oleh Braid, yang mencetuskan istilah ‘hipnotisme’ sebagai singkatan dari ‘neuro-hipnotisme’, atau nervous sleep yang berlawanan dengan tidur normal, dan difenisikan sebagai “keadaan aneh system saraf yang diinduksi oleh konsentrasi yang terfiksasi dan abstrak dari mental dan visual mata, pada satu obyek, bukan merupakan keadaan alami yang menegangkan.

Braid menguraikan dengan singkat definisi tersebut dalam karya berikutnya: “Asal sesungguhnya dan esensi dari kondisi hipnotik, merupakan induksi kebiasaan abstrak atau konsentrasi mental, sebagaimana dalam lamunan atau abstraksi spontan, kekuatan pikiran yang sangat banyak ditekuni dengan sebuah ide atau serangkaian pikiran, yang mengolah kesadaran individual, atau kesadaran yang secara berbeda, semua ide-ide lain, kesan-kesan, atau serangkaian ide-ide. Keadaan tidur hipnotik, bagaimanapun, merupakan antithesis atau lawan dari keadaan kondisi mental dan fisik yang mendahului dan menyertai tidur biasa.” Braid lalu mendefinisikan hipnotisme merupakan keadaan konsentrasi mental yang sering menuntun terhadap serangkaian relaksasi progresif yang disebut ‘nervous sleep”. Di kemudian hari, pada karyanya yang berjudul “The Physiology of Fascination”(1855), Braid mengakui bahwa terminologi aslinya salah, dan berpendapat bahwa istilah “hipnotisme” atau “nervous sleep” harus diterapkan pada minoritas subyek (10%) yang menunjukkan amnesia, menggantikan istilah “monodeisme”, yang artinya adalah konsentrasi terhadap satu ide, sebagai penggambaran keadaan waspada yang dialami orang lain. Sebuah definisi baru Hipnotis, diciptakan dari psikologi akademis, dicetuskan tahun 2005, ketika Perkumpulan Hipnotis Psikologi (Society for Psychological Hypnosis), Divisi 30 dari Asosiasi Psikologi Amerika (American Psychological Association-APA), mempublikasikanya mengikuti definisi formalnya.

Definisi Hipnotis yang Baru Definisi Divisi 30 dan Deskripsi Hipnotis

Hipnotis pada umumnya terkait dengan introduksi sebuah prosedur selama subyek tersebut disugesti untuk mengalami suatu pengalaman imajinatif. Induksi Hipnotis merupakan sugesti inisial yang luas menggunakan imajinasi seseorang dan mungkin mengandung perincian lebih lanjut pada introduksinya. Sebuah prosedur Hipnotis biasanya digunakan untuk memberikan dukungan dan mengevaluasi respon sugesti. Ketika menggunakan hipnotis, seseorang (subyek) dipimpin oleh orang lain (hypnotist) untuk memberikan respon terhadap sugesti untuk berubah pada pengalaman subyektifnya, perubahan persepsi, sensasi, emosi, pikiran atau tingkah laku. Orang tersebut dapat juga mempelajari Hipnotis diri sendiri (self hypnosis) yang merupakan tindakan untuk mengatur prosedur hipnotis atas kemauan orang tersebut. Jika subyek berespon terhadap sugesti hipnotis, umumnya menandakan bahwa Hipnotis telah berhasil dilakukan. Banyak pihak meyakini bahwa respon Hipnotis dan pengalaman merupakan karakteristik keadaan hipnotis. Di lain pihak, diyakini bahwa penggunaan kata ‘Hipnotis’ tidak diperlukan sebagai bagian dari induksi hipnotik, sedangkan pihak lain meyakini bahwa hal tersebut penting.

Detail prosedur hipnotik dan sugesti akan berbeda, tergantung dari tujuan praktisi dan kegunaan klinis atau penelitian. Prosedur tradisional melibatkan sugesti untuk santai, walau relaksasi tidak perlu dilakukan untuk Hipnotis dan variasi sugesti yang luas dapat digunakan, termasuk sugesti yang membuat seseorang lebih waspada. Sugesti yang menimbulkan perpanjangan waktu hipnotis harus dinilai dengan membandingkan respon terhadap skala terstandardisasi yang digunakan pada keadaan klinis dan penelitian. Ketika mayoritas individual berespon terhadap sekurang-kurangnya beberapa sugest, kisaran nilai dari standardidasi dari nilai yg tinggi hingga rata-rata. Secara tradisional, nilai dikelompokkan menjadi kategori rendah, sedang, dan tinggi. Sebagaimana pada kasus dengan pengukuran skala positif pada konstruksi psikologis, seperti perhatian, kewaspadaan, dan bukti tercapainya keadaan Hipnotis akan meningkatkan nilai individual.

Induksi

Hipnotis biasanya dimunculkan dengan tehnik ‘induksi hipnotik’. Secara tradisional, keadaan ini diinterpretasikan sebagai sebuah metode untuk membuat subyek berada dalam keadaan ‘hypnotic kerasukan (trance)’. Bagaimanapun para pencetus teori ‘nonstate’ memiliki pandangan yang berbeda, yaitu mempertinggi harapan klien, menegaskan peran mereka, memfokuskan perhatian, dan lain sebagainya. Ada banyak variasi tehnik induksi yang berbeda-beda menggunakan hipnotisme. Bagaimanapun, metode yang paling berpengaruh adalah metode ‘fiksasi mata’ (eye-fixation) Braid, yang dikenal juga dengan mana “Braidisme”. Ada banyak variasi pendekatan fiksasi mata yang ada, termasuk induksi yang digunakan pada Stanford Hypnotic Susceptibility Scale (SHSS), pendekatan yang paling banyak digunakan secara luas pad lapangan hipnotisme.

Deskripsi asli Braid terhadap induksinya adalah sebagai berikut: “Ambil obyek yang terang (saya biasanya menggunakan tempat lanset saya) antara ibu jari, telunuk, serta jari tengah tangan kiri, pegang dengan jarak 8 hingga 15 inci dari mata, pada posisi seperti ini, di atas dahi yang dapat menyebabkan tegangan antara mata dan alis, serta memampukan pandangan pasien terfiksasi pada obyek tersebut.

Pasien harus dapat mengerti bahwa pandangan matanya harus tetap terfiksasi terhadap obyek tersebt, dan pikirannya terpusat pada satu obyek. Dapat diamati, bagaimana penyesuaian pandangan mata, pertama-tama pupil akan berkontraksi dan kemudian berdilatasi, dan setelah mencapai lama yang maksimal, dapat terlihat gerakan bergelombang, bila jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan, diacungkan dan diarahkan dari benda mendekati kedua mata , sehingga obyek akan menjauh dari mata, yang sering terjadi, kelopak mata akan tertutup secara tidak sadar dengan gerakan bergetar. Jika tidak terjadi, atau pasien menggerakkan bola matanya, menimbulkan keinginannya untuk memulai kembali, berikan pengertian kepadanya bahwa dia boleh menutup mata kita jari digerakkan lagi mendekati mata, tetapi pandangannya harus tetap terfiksasi, pada posisi yang sama, dan pikirannya terfiksasi pada satu ide yaitu pada benda yang dipegang di atas kedua matanya. Umumnya akan ditemukan, bahwa kelopak mata akan tertutup dengan gerakan bergetar, atau menutup secara spasmodik.” Braid sendiri kemudian menyatakan bahwa tehnik induksi hipnotis tidak diperlukan untuk setiap kasus dan kebanyakan peneliti kemudian menemukan bahwa pada umumnya tidak banyak berguna daripada yang diperkirakan sebelumnya terhadap efek sugesti hipnotik. Banyak variasi dan alternatif dari tehnik hipnotis asli telah berkembang. Bagaimanapun, sekitar 100 tahun setelah Braid memperkenalkan metode tersebut, peneliti lain masih menyatakan: 9 dari 10 tehnik hipnotik yang aman adalah posisi bersandar, relaksasi otot, dan fiksasi pandangan disertai dengan penutupan mata.

Sugesti Ketika James Braid pertama kali mendeskripsikan hipnotisme, dia tidak menggunakan istilah ‘sugesti’ tetapi dimaksudkan pada tindakan untuk memfokuskan pikiran sadar subyek terhadap satu ide yang dominan. Strategi terapi utama Braid melibatkan stimulasi atau mengurangi fungsi fisiologis pada area tubuh yang berbeda. Pada karya berikutnya, bagaimanapun juga, Braid meletakkan dasar bentuk sugesti verbal dan non verbal, termasuk penggunaan ‘sugesti bangun’ (waking suggestion) dan Hipnotis diri sendiri (self hypnosis). Setelah itu, penekanan hipnotis oleh Hippolyte Bernheim bergeser dari keadaan fisik pada proses psikologis sugesti verbal. Konsep Bernheim terhadap sugesti verbal primer pada hipnotis mendominasi subyek selama abad ke-20. Sehingga membuat beberapa pihak menyatakan bahwa ia adalah Bapak Hipnotis Modern. Hipnotisme kontemporer memakai berbagai macam sugesti, termasuk:

Sugesti verbal langsung Sugesti verbal tidak langsung, seperti permintaan atau sindiran, metafora, dan ungkapan kata-kata pihak lain

Sugesti non verbal dalam bentuk imajinasi mental, nada suara, dan manipulasi fisik. Perbedaannya pada umumnya ada antara sugesti yang diberikan dengan permisif atau dengan cara yang lebih otoriter. Beberapa sugesti hipnotis dimaksudkan untuk memberikan reposmon langsung, sedangkan lainnya (sugesti pasca-hipnotik) dimaksudkan untuk memicu respon setelah ada penundaan waktu selama beberapa menit hingga beberapa tahun pada beberapa kasus.

Pikiran sadar vs pikiran bawah sadar

Beberapa praktisi memahami sugesti sebagai suatu bentuk komunikasi primer langsung pada pikiran sadar subyek, sementara praktisi lain memandang sugesti sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar atau pikiran sadar. Konsep-konsep ini diperkenalkan dalam konsep hipnotisme pada akhir abad 19 oleh Sigmund Freud dan Pierre Janet. Perintis hipnotisme periode zaman Victoria, termasuk Braid dan Bernheim, tidak menggunakan konsep-konsep ini, tetapi mengakui bahwa sugesti hipnotis diarahkan kepada pikiran sadar subyek. Memang, sebenarnya Braid mendefinisikan hipnotisme sebagaimana berpusat kepada perhatian sadar terhadap suatu ide atau sugesti yang dominan. Pandangan berbeda mengenai sifat dasar pikiran telah menimbulkan berbagai konsep tentang sugesti. Praktisi hipnotis yang mempercayai bahwa respon yang dimediasi terutama oleh pikiran bawah sadar, seperti Milton Erickson, menciptakan berbagai macam kegunaan sugesti tidak langsung seperti metafora atau cerita, yang bermaksud untuk menemukan artinya dari pikiran sadar subyek. Konsep sugesti subliminal juga bergantung terhadap pola pikir. Sebaliknya, praktisi hipnotis yang percaya bahwa respon terhadap sugesti terutama dimediasi oleh pikiran sadar, seperti Theodore Barber dan Nicholas Spanos cenderung menggunakan lebih banyak sugesti dan instruksi verbal secara langsung.

Refleks Ideo-Dinamis

Teori neuro-psikologis sugestif hipnotis pertama kali diperkenalkan oleh James Braid yang mengadaptasi teori teman dan koleganya, William Carpenter tentang respoin reflex ideo motor untuk menjelaskan fenomena hipnotis. Carpenter telah mengamati secara dekat dari pengalaman sehari-hari tentang ide bahwa dalam kondisi tertentu, gerakan otot dapat cukup menghasilkan reflex, atau otomatisasi, kontraksi atau gerakan otot-otot yang terlibat, meskipun dalam derajat yang sangat kecil. Braid menjelaskan teori Carpenter untuk mengamati berbagai respon tubuh, selain gerakan otot, dapat dipengaruhi, contohnya, ide bahwa menghisap lemon secara otomatis dapat merangsang produksi air liur, sebagai respon kelenjar sekretorik. Oleh karena itu Braid mengadopsi istilah ‘ideo-dinamis’ yang berarti ‘kekuatan ide’ untuk menjelaskan berbagai gejala ‘psiko-fisiologis’ tubuh. Braid istilah ‘ide mono dinamis’ untuk merujuk pada teori bahwa hipnotis bekerja dengan memusatkan perhatian pada satu ide untuk memperkuat pada satu ide untuk memperkuat respon reflex ideo-dinamis. Variasi dasar atau teori sugesti ideo dinamis terus memegang pengaruh besar atas teori-teori hipnotis berikutnya, termasuk Clark L.Hull, Hans Eysenck, dan Ernest Rossi. Perlu dicatat, bahwa pada Psikologi periode Victoria, kata ‘ide’ mencakup setiap representasi mental, contohnya, citra mental, atau ingatan, dan lain sebagainya. Sugesti Pasca Hipnotis (post-hypnotic) Diduga sugesti pasca hipnotis dapat digunakan untuk mengubah perilaku seseorang setelah dihipnotis. Seorang penulis menyatakan bahwa ‘seseorang bisa bertindak beberapa waktu kemudian berdasarkan satu sugesti yang ditanamkan pada sesi hipnotis’. Seorang hipnoterapis mengatakan kepada salah satu pasiennya yang juga kawannya: “Ketika saya menyentuh jari Anda, Anda akan segera terhipnotis”. Empat belas tahun kemudian, pada sebuah pesta makan malam, ia menyentuh jari temannya dan kepala temannya segera jatuh terkulai di kursi.

Kerentanan Braid membuat perbedaan kasar antara berbagai tahapan hypnosis yang disebut sebagai tahap kesadaran hipnotisme pertama dan kedua. Kemudian ia menggantikan istilah ini dengan perbedaan antara tahapan ‘sub hipnotis’, ‘hipnotis penuh’ dan ‘koma hipnotis’.. Jean-Martin Charcot membuat perbedaan serupa antara tahapan ini dengan nama berjalan saat tidur (somnambulism), kelesuan (lethargy), dan katalepsi. Namun Ambroise-Auguste Liebeault dan Bernheim memperkenalkan skala hipnotis yang lebih dalam, berdasarkan kombinasi tingkah laku, respon fisiologis dan respon subyektif. Sebagian diantaranya adalah akibat sugesti langsung dan sebagian akibat sugesti tidak langsung. Pada decade pertama abad 20, skala kedalaman klinis digantikan oleh penelitian klinis. Skala yang paling berpengaruh adalah ciptaan Davis-Husband dan Friedlander-Sarben yang dikembangkan pada tahun 1930-an. Andre Weitzenhoffer dan Ernest R.Hilgard mengembangkan Skala Kerentanan Hipnotis Standford pada tahun 1959, yang terdiri dari 12 bagian tes sugesti diikuti dengan skenario hipnotis terstandardisasi induksi fiksasi mata dan kemudian menjadi salah satu pegangan penelitian yang paling banyak direfensikan di bidang hipnotis. Tidak lama setelah itu, pada tahun 1962, Ronald Shor dan Emily Carota Orne mengembangkan skala kelompok yang mirip, disebut Skala Kerentanan Hipnotis Kelompok Harvard (Harvard Group Scale of Hypnotic Susceptibility (HGSHS)). Sedangkan teori yang lebih tua tentang kedalaman skala, mencoba untuk menyimpulkan tingkat ‘kerasukan (trance) hipnotis’ berdasarkan tanda-tanda yang dapat diamati, seperti amnesia spontan, kebanyakan pengukuran skala dari respon yang diamati atau dievaluasi sendiri terhadap tes sugesti spesifik, seperti sugesti langsung kekakuan lengan (katalepsi). Skala Standford, Harvard, dan skala kerentanan lain mengubah angka menjadi penilaian kerentanan seseorang seperti ‘tinggi’, ‘medium’, ‘rendah’. Diperkirakan 80% populasi berskala medium, 10% tinggi, dan 10% rendah. Nilai kemampuan hipnotis biasanya menetap tinggi pada masa hidup seseorang. Penelitan oleh Deirdre Barret menyatakan bahwa ada dua tipe subyek yang rentan yang disebut ‘Pengkhayal’ (Fantasizers) dan ‘Pemisah’ (dissociaters). Skor pengkhayal tinggi pada skala penyerapan sehingga mudah memblok stimulus dunia nyata tanpa hipnotis, sering kali berkhayal, melaporkan teman-teman khayalan pada saat kanak-kanak dan tumbuh dengan orang tua yang menyarankan permainan imajinasi. Pemisah sering memiliki riwayat penyiksaan anak atau trauma lainnya, belajar untuk lari pada kehampaan dan untuk melupakan kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan. Kemampuan mereka untuk berkhayal sering menjadi kosong daripada khayalan kenangan yang samar-samar. Kedua nilai kelompok ini sama-sama tinggi untuk skala formal kerentanan hipnotis.


Perilaku kognitif

Di paruh kedua abad kedua puluh, ada dua faktor yang memberikan kontribusi bagi pengembangan pendekatan perilaku kognitif Hipnotis.
  1. Teori kognitif dan perilaku tentang hakikat Hipnotis (dipengaruhi oleh teori Sarbin dan Barber) menjadi semakin berpengaruh.
  2. Praktek hipnoterapi dan berbagai bentuk terapi perilaku kognitif tumpang tindih dan saling mempengaruhi. Meskipun teori hipnotis perilaku kognitif harus dibedakan dari pendekatan perilaku kognitif untuk hipnoterapi, keduanya memiliki konsep serupa, terminologi, dan asumsi yang telah diinterintegrasikan oleh para peneliti dan klinisi yang berpengaruh seperti Irving Kirsch, Steven Jay Lynn, dan lain-lain.

Pada awal terapi kognitif-perilaku di tahun 1950-an, Hipnotis digunakan oleh para terapis perilaku awal seperti Yusuf Wolpe dan juga oleh para terapis kognitif awal seperti Albert Ellis. Barber, Spanos & Chaves memperkenalkan istilah "perilaku kognitif" untuk menggambarkan teori keadan tidak terhipnotis (nonstate) pada Hypnotism:Imagination & Human Potentialities (1974). Namun, Clark L. Hull telah memperkenalkan psikologi perilaku kembali ke tahun 1933, yang didahului oleh Ivan Pavlov. Bahkan, teori dan praktek awal dari hipnotisme, bahkan teori Braid, mirip dengan teori kognitif-perilaku dalam beberapa hal.

Istilah

Istilah hipnotisme (hipnotis) dan hipnosis pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter bedah asal Skotlandia pada tahun 1841-1842 yang merupakan singkatan dari "syaraf tidur" ("neuro-hypnotism"). [5] Praktik hipnosis oleh James Braid pada awalnya berdasarkan teknik yang dikembangkan oleh Franz Anton Mesmer dan pengikutnya yaitu aliran "Mesmerisme" atau "magnet hewani", namun teorinya berbeda dalam penerapan prosedurnya[5].

Pengamatannya tentang hipnosis mulanya berawal dari penemuan komite Perancis, yang dilanjutkan dengan pengenalan buku Elements of the Philosophy of the Human Mind (Elemen-elemen Filosofis Pikiran Manusia) (1827) oleh Dugald Stewart, seorang filsuf berpengaruh dari "Scottish School of Common Sense" (Sekolah Skotlandia Untuk Pikiran yang Berakal). Filsuf ini mendorong para dokter untuk melestarikan komponen-komponen dari Mesmerisme dengan menggantikannya menggunakan interpretasi baru menggunakan "akal sehat" berdasarkan hukum fisiologi dan psikologis.[6]

James Braid mendeskripsikan istilah hipnotis, atau tidurnya syaraf, sebagai kondisi di saat sistem syaraf dihentakkan dengan pikiran buatan. Proses ini membuat hipnotis berbeda dengan kondisi tertidur atau tersadar (bangun) pada umumnya.[7]

Praktik hipnosis

Praktik-praktik hipnotis pada awalnya dikenal sebagai teknik meditasi dari Timur (oriental). Praktik-praktik hipnotis yang dilakukan kini memiliki kesamaan dengan berbagai bentuk meditasi yoga oleh agama Hindu dan praktik-praktik spiritual kuno, seperti yang dideskripsikan oleh tulisan Persia kuno tentang berbagai macam ritual agama dan ritual penyembuhan yang dilakukan di Timur.[8]

Dalam tulisannya di "Kekuatan Pikiran di atas Kekuatan Jasmani", walaupun James Braid menentang dalil-dalil kepercayaan pada fenomena ini, namun tulisannya menunjukkan bahwa meditasi dari Timur menghasilkan efek-efek hipotisme dalam kesendirian, tanpa hadirnya seseorang yang menghipnotis, sehingga ia melihatnya sebagai bukti bahwa hipnotisme terdapat dalam praktik-praktik kuno meditasi dan bukan dari teori-teori moderen maupun praktik aliran mesmerisme.[9].


Kontroversi hipnotis

Walaupun secara umum efek-efek dari hipnosis diakui, namun banyak perbedaan pendapat antara kalangan ilmuan dan klinis tentang bagaimana hipnosis bekerja.[4]

Psikologis E.M Thorton (1976) memperluas analogi tentang hubungan antara hipnosis, aliran mesmerisme, dan sihir. Ia menekankan bahwa subyek yang dihipnotis pada dasarnya diminta untuk "menuju kondisi seperti pasien epilepsi ditirukan seperti sebuah parodi". Apabila subyek terlihat seperti kerasukan, maka hal ini diakibatkan karena kondisi kerasukan melibatkan konteks yang mirip secara sosio-kognitif, layaknya seseorang yang menerima peran yang diberikan kepadanya dan merasakan hubungan antara yang meminta dan diminta. Bagaimanapun hipnosis dilakukan, pada dasarnya hipnotisme, aliran mesmerisme, histeria, dan kerasukan setan memiliki dasar yang sama dimana konstruksi sosial di rancang oleh pelaku terapi yang antusias akan hal ini, pelaku pertunjukan (showmen), dan pendeta-pendeta atau pelaku ritual agama pada satu sisi - dan di sisi lain ada orang-orang yang mudah percaya, penuh imajinasi, penuh kesediaan, diikuti dengan kebutuhan emosional yang tinggi akan kemampuan orang lain untuknya.[10]


Proses hipnotis

proses terjadinya hipnotis
syarat hipnosis:
  1. Klien/subjek (orang yang di hipnotis), harus bersedia/tidak menolak untuk di hipnotis.
  2. Menggunakan bahasa yang di mengerti,
  3. Hipnotist (oarang yang menghipnotis), harus percaya diri

Pertama, melalui induksi2 hipnotis.dan induksi itu sendiri ada bermacam2.
intinya membawa kesadaran seseorang ke posisi trance/memasuki alam bawah sadarnya.

kedua lakukan pendalama/deepening.tujuanya agar klien lebih rilex,memasuki alam bawah sadarnya lebih dalam lagi,dan membuat kondisi klien sangat fokus.
ketiga berikan sugesti2 apa yang mu di berikan,klo hipnotis panggung biasanya sugesti yang di berikan itu bersifat entertaintment/menghibur.tapi kalau dalam hipnotis kesehatan,penyembuhan/hypnosys teraphy.sugesti yang di berikan bertujuan untuk penyembuhan.
langkah terakhir adalah terminatin.atau mengakhiri hipnotis,dan membawa klien ke posisi sadar.dengan sugesti tertentu..

id.wikipedia.org/wiki/Hipnosis